Ideologi Sekuler
Luluk menilai, ideologi sekuler kapitalisme yang diadopsi negara ini menjauhkan agama dari standar kehidupan. “Kurikulum sistem pendidikan sekuler yang berorientasi materialis dan pragmatis bukan membentuk perilaku yang menjadikan halal haram sebagai standar benar dan salah. Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang ditetapkan sejak 2020 dianggap terobosan kurikulum yang fokus menyiapkan mahasiswa siap bekerja dan mengembangkan entrepreunership untuk bertahan hidup,” bebernya.
Dampak kapitalisme ini terang Luluk, menjadikan tekanan hidup semakin sulit, jauh dari kesejahteraan.
“Penyelenggaraan pendidikan yang makin mahal, ditambah lagi arus gaya hidup konsumtif akibat pangsa pasar produk kapitalis, semua faktor tersebut menjadikan mahasiswa berjiwa pragmatis dan mudah terjerat pinjaman online. Demikianlah yang terjadi pada mahasiswa IPB terjerat pinjol diawali kebutuhan mencari dana sponsor kegiatan, dilanjutkan tergiur iming-iming keuntungan 10% atas nama proyek kerjasama bisnis,” papar Luluk.
Masih, menurutnya, kondisi ini makin diperparah dengan kebijakan negara jauh dari perlindungan terhadap rakyat. “Alih-alih melepaskan idelologi sekuler kapitalisme yang telah menyengsarakan rakyat, regulasi negara justru mengembangkan model rentenir baru atas nama transformasi digital. Meski tegas memberantas pinjol illegal namun mendukung yang legal,” kritiknya.
Arus global transfomasi digital, lanjutnya, dimungkinkan menjadi pintu fintech asing yang masuk ke pasar Indonesia yang makin menyuburkan transaksi ribawi yang ada.
“Kemajuan teknologi memudahkan orang mencari pinjaman dalam waktu singkat. Akses ini kini banyak diberikan oleh perusahaan pinjaman online (pinjol) atau financial technology (fintech). Maka rencana penyadaran finansial mahasiswa dikhawatirkan semakin menjerumuskan mereka pada pelanggaran syariat dan merusak potensi mereka sebagai intelektual calon pemimpin masa depan,”bebernya.