Scroll keatas untuk lihat konten
KAB GORONTALOEKONOMI BISNISHEADLINESOPINI

Tragedi Pinjol Menjerat Mahasiswa, Potret Buruk Sistem Pendidikan Tinggi

×

Tragedi Pinjol Menjerat Mahasiswa, Potret Buruk Sistem Pendidikan Tinggi

Sebarkan artikel ini
Tamparan Keras

Maraknya kasus pinjaman online (pinjol) seharusnya menjadi tamparan keras bangsa ini.Kata Aktivis muslimah drg. Luluk Farida. “Maraknya kasus pinjaman online masyarakat dan mahasiswa harusnya menjadi tamparan keras bagi bangsa ini. Kasus ini harus menjadi pijakan evaluasi sistemik negara ini terkait tanggung jawabnya dalam kesejahteraan rakyat dan sistem pendidikan tinggi dari aspek kurikulum dan mekanisme penyelenggaraannya,” tuturnya kepada MNews, Sabtu (19/11/2022).

Narasi yang dibangun dalam penyikapan terhadap kasus pinjaman online mahasiswa hanya dibatasi pada masalah kriminal, yaitu penipuan pinjol terhadap mahasiswa. Kemudian agar tidak terjadi lagi penipuan maka kemendikbudristek dan kampus menetapkan langkah preventif dengan penyadaran literasi keuangan pada para mahasiswa.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Jika hanya diarahkan pada penipuan saja, maka seolah masalah akan selesai ketika pelaku penipuan sudah tertangkap dan dihukum. Perkembangan terbaru pelaku penipuan sudah tertangkap polisi sebagaimana dilansir detiknews pada Kamis (17 /11/ 2022). Apakah benar masalah utama penderitaan mahasiswa yang terjebak pinjaman online sudah terselesaikan?” kritiknya.

Menurut Luluk, praktik pinjol tidak boleh hanya dipandang sebagai persoalan individu ataupun dibatasi sebagai penipuan kriminal. Disisi lain, pinjaman berbasis ribawi merupakan keresahan sosial yang menimpa bangsa ini. Beban utang negara, penderitaan rakyat dikejar debt collector pinjol, bahkan sekarang marak menjangkiti mahasiswa, sosok intelektual yang harusnya fokus mendalami ilmu untuk kemaslahatan umat.

Selain itu, sambungnya, yang perlu juga dikritisi adalah bagaimana tanggung jawab negara menghapus tuntas penyebab masyarakat terjerat transaksi tersebut diantaranya kemiskinan, kebutuhan hidup yang semakin mahal, gaya hidup konsumtif,  hingga adanya lembaga-lembaga keuangan ribawi yang masih eksis keberadaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *