Scroll keatas untuk lihat konten
OPINIHEADLINES

Tragedi Kanjuruhan, Antara Fanatisme dan Represif

×

Tragedi Kanjuruhan, Antara Fanatisme dan Represif

Sebarkan artikel ini
Konjuruhan
Aroma Bisnis Kesia-siaan

Kini Di seluruh dunia, sepak bola memang tidak lagi sekadar permainan olahraga. Efek dari permainan ini telah jauh merasuk ke berbagai aspek kehidupan seperti sosial keagamaan, teknologi informasi, hiburan, politik, dan perekonomian.

Bahkan aspek ekonomi menjadi hal yang sangat dominan. Peminatnya yang sangat besar, menjadikan sepak bola berpotensi menjadi ajang bisnis atau industri jasa hiburan baru yang menguntungkan bagi para pemilik modal. Pada suasana persaingan, fanatisme buta dan dendam yang menggelora, justru ada potensi besar mengeruk cuan.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Tidak heran jika klub-klub sepak bola terus bermunculan. Bahkan, para miliuner kelas dunia dan nasional, termasuk perusahaan milik negara, pejabat, dan anak pejabat, serta tidak ketinggalan para artis ternama, beramai-ramai terjun menjadi pemilik klub sepak bola atau terlibat dalam bisnis sepak bola.

Besarnya profit yang akan mereka raup tentu menjadi basis hitungannya. Bayangkan saja, untuk Indonesia, ada ratusan juta orang yang bisa jadi objek pasar bisnis sepak bola. Bukan hanya dari penjualan tiket pertandingan saja, tetapi yang lebih besar lagi adalah dari penjualan cendera mata, hak siar televisi, sponsor, bahkan penjualan pemain sepak bola.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Mohamad Dian Revindo pernah menghitung, nilai ekonomi industri sepak bola di Indonesia saja hitungannya luar biasa. Satu putaran liga utama BRI yang diselenggarakan pada Agustus 2021 saja, nilai ekonominya bisa mencapai Rp1 triliun. Padahal, liga tersebut digelar tanpa penonton alias hanya disiarkan di layar kaca.

Di luar itu, liga sepak bola pun melahirkan berbagai profesi baru yang dipersaingkan. Mulai dari bisnis sekolah sepak bola, pelatih, wasit, ofisial pertandingan, komentator, agen pemain, pemandu bakat, wartawan olahraga, akuntan, dokter, bahkan tukang pijat.

Namun yang sadisnya, liga sepak bola pun telah berkembang menjadi lahan bisnis perjudian, mulai dari yang kecil-kecilan, hingga melibatkan perusahaan judi kelas kakap. Global Data pernah merilis sebuah temuan, pada musim 2020/2021 saja industri sepak bola Eropa untung 497,82 juta dolar atau sekitar Rp7,1 triliun dari perusahaan taruhan (startingeleven, 4/4/2022). Keuntungan perusahaan judinya? Wah Jangan ditanya lagi!

Itulah kenapa di level dunia, klub-klub sepak bola ternama pendanaannya lazim di-support oleh perusahaan-perusahaan judi bermodal besar, semisal Ladbrokes, SportPesa, Betway, dan lain-lain. Hingga tidak jarang ajang judi sepak bola internasional melibatkan mafia pengatur hasil pertandingan, yang berujung pada tindak kriminal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *