Kekuasaan adalah Amanah
Bobroknya gambaran politik dinasti yang terjadi hari ini harus segera ditiadakan. Islam memandang kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban diakhirat kelak. Dalam islam, seorang penguasa bertugas untuk mengurusi umat/masyarakat. dalam artian, segala keputusan juga kebijakan yang di keluarkan haruslah condong pada kepentingan masyarakat bukan kepentingan pribadi penguasa.
Adapun aturan yang dibuat berdasarkan pada akidah dengan menjadikan hukum syara sebagai pusat pengambilan hukum tertinggi yang sifatnya permanen, tidak dapat direvisi atau ditinggalkan. Negara juga penguasa hanya sebagai perantara dalam penerapan hukum bukan sebagai pembuat hukum.
Apabila terdapat hukum yang tidak sesuai atau menyalahi hukum syara maka tidak akan diterapkan. Para penguasa dalam Islam juga bukan merupakan orang-orang sembarangan, melainkan orang-orang pilihan yang tidak hanya memiliki kriteria sebagai seorang pemimpin namun juga amanah dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
Mereka berlomba-lomba dalam menghindari posisi penguasa atau pemimpin ketika ditawari sebab menyadari bahwa hal ini bukanlah amanah yang biasa saja juga luar biasa pertanggungjawabannya.
Tidak seperti para pemimpin hari ini yang dengan senang hati berlomba-lomba menawarkan diri untuk menduduki posisi sebagai pemimpin dari kelas presiden hingga aparat desa.
Sikap ini sesuai dengan bagaimana sabda nabi saw:
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Inilah yang senantiasa menjadi dasar yang dipegang teguh oleh penguasa muslim dalam sistem Islam ketika menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin, bahwa tidak satu pun dari paraktik kepemimpinan yang dilakukannya adalah untuk masyarakat saja bukan kepentingan pribadi sebab menyadari adanya azab dari Allah ketika lalai dalam melaksanakan tugasnya.
Selain itu, Islam juga memiliki mekanisme pemilihan kepala daerah yaitu khalifah menunjuk orang yang siap menerima amanah sebagai kepala daerah (Wali/Amil).
Islam juga memiliki syarat tertentu mengenai siapa yang layak menjadi kepala daerah diantaranya tentu laki-laki, muslim, balig, berakal, merdeka, adil serta mampu menerima amanah kepemimpinan.
Apabila dalam menjalankan kepemimpinannya dia berkhianat, maka akan langsung diberhentikan oleh khalifah meskipun belum selesai masa jabatannya.
Dalam hal ini rakyatlah yang mengambil peran dalam mengkritik pemimpin selama dia berkuasa, kritik inilah yang akan dijadikan sebagai bahan muhasabah oleh penguasa sehingga tingkat kezaliman yang dapat dimusnahkan.
Mekanisme efektif seperti inilah yang dibutuhkan hari ini, bukan hanya berpatokan pada batasan usia saja. Jelaslah sudah bahwa bukan hanya politik dinasti yang harus ditiadakan, melainkan juga sistem kapitalisme skularisme berwajahkan demokrasi dan menggantikannya dengan sistem Islam yang mampu menyolusi problematika umat serta memberikan kemaslahatan. (**)