Hukum islam terhadap nikah beda agama
Sebagai umat Islam, tentu kita tidak ingin peradaban Islam yang di bangun diatas akidah dan nilai-nilai agama Allah ini dirusak oleh orang-orang kafir dengan pemikiran-pemikiran luar itu.
Islam adalah agama yang sempurna dengan ajaran yang bersumber dari wahyu Allah, Pencipta yang Maha Mengetahui segala kebutuhan makhluk-makhluk-Nya. Karenanya Islam tidak membutuhkan isme-isme dan ideologi dari luar.
Dalam pernikahan seorang muslim (laki-laki maupun perempuan) dengan pemeluk agama di luar Islam dan juga bukan pemeluk ahli kitab hukumnya adalah haram secara mutlak. Apakah ia pemeluk agama Hindu, Buddha, Konghucu, Majusi, Zoroaster, dan sebagainya. Pemeluk agama seperti ini adalah orang-orang musyrik yang diharamkan pernikahan dengannya sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 221,
وَلَا تَنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكَٰتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا۟ ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ يَدْعُونَ إِلَى ٱلنَّارِ
“Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak perempuan yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan perempuan-perempuan mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka…”
Haramnya pernikahan dengan musyrik, baik untuk muslim maupun muslimah adalah hal yang tidak ada perbedaan lagi karena nas-nas telah menjelaskan keharamannya.
Namun, di kalangan Islam liberal ada penafsiran bahwa Hindu dan Buddha termasuk ahli kitab sebagaimana disampaikan Nurcholis Majid. Pendapat ini lemah karena agama Hindu dan Buddha tidak mendapatkan kitab dari Allah (kitab samawi) melainkan kitab yang ditulis para pendirinya.
Hanya saja karena negara kita bukan negara yang menerapkan sistem Islam, perlindungan terhadap agama yang menjadi maksud dari penetapan hukum syarak ini tidak bisa dijaga.
Mahkamah Agung (MA) melalui Putusan Nomor 1400K/PDT/1986 pernah mengabulkan perkawinan beda agama oleh dua pihak yang mengajukan kasasi. Putusan itu lantas kerap menjadi rujukan dalam pengajuan izin perkawinan beda agama.
Dilansir dari laman resmi Direktori Putusan MA RI, terdapat ratusan dokumen penetapan status perkawinan beda agama.
Wallahu’alam… (**)