Mewaspadai Faham Liberalisme Dibalik Kontroversi Pernikahan Beda Agama
Penulis: Dharmawati (Aktivis Muslimah)
Opini, mediasulutgo.com — Kita cukup dibuat terhenyak oleh berita beberapa hari belakangan ini dimana Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengabulkan permohonan pernikahan beda agama yang diajukan pasangan Islam dan Kristen, usai ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Dengan alasan agar tak terjadi praktik kumpul kebo.
Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut adalah demi menghindari praktik kumpul kebo, sekaligus demi memberikan kejelasan status.
Kasus ini tentu bukan kasus yang pertama kali terjadi di negeri kita, berbagai peristiwa nikah beda agama kerap bermunculan..Apalagi Nikah beda agamapun dilakukan oleh para selebritis yang notabene disaksikan publik karena pernikahan mereka biasanya di blow up oleh media.
Hal inilah yang kemudian dapat membentuk opini masyarakat bahwa pernikahan antar agama itu adalah hal biasa, karena secara sosiologis, sebuah kesalahan sekalipun jika terlalu sering dibiasakan lama-kelamaan biasa dianggap baik.
Di Indonesia, perkawinan diatur dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Dua aturan ini mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan, termasuk perkawinan antaragama. Pada Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan, disebutkan bahwa “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Kemudian, dalam Pasal 4 Inpres 1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dinyatakan, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan.
Dengan banyaknya kasus nikah beda agama ini tentu sangat memprihatinkan karena akan adanya upaya Tuntutan agar perkawinan antar pasangan yang berbeda agama bisa disahkan di Indonesia.