Scroll keatas untuk lihat konten
GORONTALO

Yeyen Sidiki Soroti Rendahnya PAD dari Wisata Hiu Paus Batubarani

×

Yeyen Sidiki Soroti Rendahnya PAD dari Wisata Hiu Paus Batubarani

Sebarkan artikel ini

BONE BOLANGO, mediasulutgo.com — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo melakukan kunjungan kerja ke Desa Batubarani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Rabu (4/6). Kunjungan ini dalam rangka pengawasan dan evaluasi sektor pariwisata berbasis desa, khususnya pengelolaan destinasi wisata Hiu Paus yang telah menjadi ikon pariwisata Gorontalo.

Rombongan dipimpin langsung Ketua Komisi I, Fadli Poha, bersama anggota komisi lainnya: Wahyudin Moridu, Umar Karim, Fikram Salilama, Ramdan Liputo, Ekwan Ahmad, Dr. Kristina Mohamad Udoki, Yeyen Sidiki, dan Sitti Nurayin Sompie.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Tujuan kami datang ke Desa Batubarani ini adalah untuk melihat secara langsung bagaimana pengelolaan wisata Hiu Paus yang ada di wilayah ini. Kami ingin memastikan bahwa potensi wisata sebesar ini dikelola secara optimal dan adil, terutama dalam kaitannya dengan kontribusi terhadap pendapatan desa,” ujar Yeyen Sidiki kepada wartawan.

Yeyen menilai, Wisata Hiu Paus di Batubarani bukan sekadar destinasi lokal. Tempat ini telah dikenal luas, baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, dan menjadi magnet utama pariwisata Gorontalo.

“Setiap tahun, ratusan bahkan ribuan wisatawan datang ke sini untuk melihat Hiu Paus secara langsung. Ini bukan wisata biasa,” tandasnya.

Meski demikian, Yeyen mengungkapkan keprihatinan terkait rendahnya Pendapatan Asli Desa (PAD) yang dihasilkan dari aktivitas pariwisata tersebut.

“Dari informasi yang kami terima, kontribusi PAD dari sektor ini hanya sekitar 10 persen. Angka ini tentu jauh dari ideal, mengingat tingginya jumlah pengunjung dan potensi ekonomi yang dihasilkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, penguatan kelembagaan, perbaikan infrastruktur, serta peningkatan pelayanan pariwisata di desa sangat membutuhkan dukungan anggaran yang layak.

“Dengan hanya 10 persen PAD yang masuk ke desa, tentu akan menyulitkan dalam membiayai kebutuhan seperti perbaikan jalan, fasilitas umum, dan operasional pengelolaan wisata,” pungkas Yeyen. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *