Scroll keatas untuk lihat konten
GORONTALO

Ungkap Dugaan Pemborosan, BEM UNG Soroti Workshop SATGAS PPKPT di Manado

×

Ungkap Dugaan Pemborosan, BEM UNG Soroti Workshop SATGAS PPKPT di Manado

Sebarkan artikel ini

GORONTALO, mediasulutgo.com — Kebijakan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (SATGAS PPKPT) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) yang menyelenggarakan workshop penyusunan pedoman penanganan kekerasan seksual di luar wilayah kampus memicu kontroversi. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, 11–12 Juli 2025, di Kota Manado, Sulawesi Utara, itu dinilai menyalahi aturan efisiensi anggaran yang digariskan pemerintah.

Menurut Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNG 2025, Gufran Yajitala, pelaksanaan workshop tersebut tidak hanya keluar dari lingkup kewenangan institusi, namun juga bertentangan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran serta Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 4 Tahun 2025.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Tindakan SATGAS PPKPT UNG menyelenggarakan workshop di luar kampus dan bahkan di luar daerah adalah bentuk pelanggaran. Dalam SE No. 4 Tahun 2025 telah ditegaskan bahwa kegiatan seperti ini harus memprioritaskan fasilitas milik institusi sendiri. Bahkan, untuk kegiatan yang menggunakan skema perjalanan dinas harus dipertimbangkan urgensinya,” tegas Gufran saat dimintai keterangan, Sabtu (12/7/2025).

Lebih lanjut, ia mengutip poin-poin penting dalam surat edaran tersebut, seperti pada poin (2) yang menekankan pelaksanaan rapat/pertemuan menggunakan fasilitas di lingkungan PTN, dan poin (5) yang mewajibkan evaluasi terhadap urgensi perjalanan dinas.

“Ini terjadi di institusi kita. Program non-prioritas seperti ini berdampak pada pembengkakan anggaran operasional. Padahal, secara prinsip, universitas negeri memiliki mandat terbatas dalam kerangka efisiensi nasional,” ujar Gufran.

Ia juga menyayangkan langkah SATGAS PPKPT UNG yang menyusun pedoman untuk wilayah di luar yurisdiksi kampus, karena menurutnya hal tersebut bukan hanya di luar kewenangan, tetapi juga menciptakan beban keuangan tambahan yang tidak diperlukan.

“Kekerasan seksual tentu isu yang sangat penting. Namun, pelaksanaan kebijakan harus tetap berada dalam koridor kewenangan dan efisiensi. Jika setiap kampus mulai mengurus daerah di luar cakupan mereka, maka prinsip efisiensi akan hilang. Apalagi jika kegiatan yang bisa dilakukan di Gorontalo justru dipindahkan ke luar daerah,” imbuhnya.

Gufran juga menyoroti bahwa penyusunan pedoman tersebut seharusnya melibatkan unsur mahasiswa, khususnya BEM, yang merupakan representasi resmi mahasiswa.

“Mahasiswa adalah pihak yang rentan menjadi korban kekerasan seksual. Maka seharusnya dilibatkan secara aktif dalam proses penyusunan pedoman ini, bukan hanya dilakukan secara sepihak oleh SATGAS dan pejabat kampus,” tegas Gufran.

Workshop tersebut diketahui dibuka oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik, Prof. Dr. Abd. Hafiz Olii, S.Pi., M.Si. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kampus mengenai kritik yang dilayangkan oleh BEM UNG.

Pemerintah melalui Inpres dan Surat Edaran terkait efisiensi anggaran di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi telah menegaskan bahwa fokus kegiatan harus diarahkan pada penguatan akademik, peningkatan mutu lulusan, dan riset. Kegiatan tambahan yang bersifat non-prioritas dan menimbulkan beban perjalanan dinas lintas daerah diharapkan untuk dikaji ulang, bahkan dibatalkan jika tidak memiliki urgensi jelas. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *