Kotamobagu|mediasulutgo.com – Terkait laporan ke Polda Sulut perihal dugaan hilangnya jaminan sertifikat Debitur yang menyeret Bank SukutGo (BSG) cabang Kotamobagu hingga kini penetapan tersangka masih menjadi misteri.
Pasalnya penyelidikan dan penyidikan dugaan kasus perbankan atas hilang 6 (enam) Jaminan Sertifikat yang dijaminkan oleh debitur tersebut, sudah berjalan kurun waktu 25 bulan. (Dua Tahun Satu Bulan), terhitung laporan kasus ini bergulir di Polda Sulut sejak Tanggal 23 November 2022 lalu, dan sampai dengan awal tahun Desember 2025 saat ini, belum juga ada tersangka.
Demikian disampaikan oleh Ketua Ormas Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI) Indra Mamonto pada awak media Rabu (01/01/25).
“Kami menilai ada indikasi ketidakberesan dalam penanganan kasus BSG ini, maka berharap perlu ada perhatian khusus dari bapak Kapolda Sulawesi Utara Irjen. Pol. Dr. Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H, untuk menuntaskan kasus tersebut,”Tegas Indra Mamonto.
Lanjutnya bahwa, laporan atas kasus hilangnya 6 (enam) jaminan yang diagunkan di bank sulutGo ini, sudah dua kali dilakukan gelar. Tapi anehnya, sampai dengan awal tahun 2025 kepastian hukumnya tidak jelas. padahal, pembuktian atau bukti-bukti kasus ini telah diserahkan kepada penyidik Subdit II Ditreskrimsus bidang perbankan Polda Sulut.
Indra Mamonto juga menyentil soal keterangan pihak bank dalam proses penyidikan, yang mengatakan, bahwa dari 7 (tujuh) jaminan yang diagunkan oleh debitur pada pinjaman Kredit Rekening Koran (KRK), bahwa baru satu jaminan yang dilunasi alias pengurangan atas pinjaman kredit debitur an; OLIL PARAMATA (alm) pada saat itu, maka pertanyaan kami, apakah pihak bank mampu mempertanggungjawabkan hal tersebut? sebab, beberapa dokumen yang diminta oleh ahli waris (pelapor) sampai saat ini belum diberikan. yaitu sebagai berikut;
1. Akta pembebasan Hak Tanggungan (APHT) untuk agunan yang dikembalikan.
2. Surat pengakuan pembayaran (SPP) atau bukti pembayaran
3. Dokumen perubahan data agunan disistem informasi bank (SIB).
4. Surat keterangan pengembalian agunan.
5. Bukti transfer atau pembayaran untuk agunan yang ditebus.
6. Rekening koran atau laporan transaksi bank.
7. Dokumen perjanjian kredit atau perjanjian agunan dan lain-lain.
“Kalau pihak bank mengklaim hanya satu SHM yang dilunasi dari 7 jaminan yang diagunkan oleh debitur pada pinjaman kredit itu, maka Serahkan semua dokumen-dokumen atas pelepasan satu jaminan sertifikat (SHM) ditahun 1994 itu, sehingga keterangan bank itu jelas dan memiliki dasar hukum yang kuat sesuai ketentuan UU perbankan. karena, menurut kami bahwa kredit debitur itu telah LUNAS sesuai dengan bukti surat pelunasan,” ujar Indra Mamonto.
Belum pula ucap Indra Mamonto, kejanggalan terkait pembuatan dua Surat Hak Tanggungan (SHT) yang dilakukan pihak oleh bank ditahun 1996. dimana, kalau memang kredit debitur belum lunas. kenapa dari 7 agunan SHM yang dijaminkan oleh debitur, lantas hanya 6 jaminan yang diikat kembali dalam Surat Hak Tanggungan (SHT) pada tahun 1996 tersebut. itupun SHT nya dibuat bank terpisah. diantaranya, 5 jaminan SHM di ikat sendiri dan 1 SHM di ikat pula sendiri dalam satu Surat Hak Tanggungan (SHT). sementara total yang jaminan yang diagunkan berjumlah 7 buat sertifikat.
“Jika merujuk pada UU Perbankan No 10 Tahun 1998, menyebutkan, Yang tidak mencantumkan pelepasan satu jaminan dalam hak tanggungan (HT) dapat dianggap sebagai pembohongan atau pemalsuan atau penyembunyian fakta pelepasan jaminan. dan, jelas ada pidananya. sebagai berikut; 1. Pelanggaran pasal 18 UU No 5 /1960 tentang peraturan dasar pokok pokok agraria. 2. Pelanggaran pasal 14 UU No 4/1996. tentang hak tanggungan atas tanah beserta bangunan. 3. Pelanggaran peraturan Bank Indonesia tentang hak tanggungan,”tandasnya.
Indra juga menambahkan, menyangkut proses pelepasan beberapa jaminan sertifikat milik debitur ditahun 2014 yang dilakukan sepihak oleh pihak bank, dinilai cacat hukum.
Sebab, proses pelepasan tidak melalui proses lelang. melainkan hanya dilakukan dengan berdasarkan Akta Jual Beli ( AJB ) milik orang lain dan dibuat oleh orang lain dan pembeli. bukan AJB debitur.
“Ini aneh, masa pihak bank berani melepas beberapa jaminan milik debitur, dan hanya menggunakan AJB yang dibuat oleh orang lain dengan pihak pebeli an; IDJE MAKAREWA?? dan pelepasan itupun tidak didukung dengan surat kuasa dari dibitur, serta tidak diketahui oleh debitur maupun ahli waris, serta terdapat dua nomor pinjaman kredit (PK). padahal, debitur hanya sekali melakukan akad kredit di bank yang dimaksud pada tahun 1989.” beber Indra Mamonto.
Dirinya berharap kiranya bapak Kapolda Sulut dapat menseriusi kasus ini, agar kepercayaan masyarakat terkait dengan penegakan supremasi hukum selalu bersifat adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
“sehingga kepercayaan masyarakat atas penegakkan hukum masih bisa dipercaya”,Tutup Ketua Ormas LAKI Bolmong Indra Mamonto.
Sementara itu Kasubdit Perbankan AKBP Heru H Hantoro SE, saat dikonfirmasi via WhatsApp belum memberikan tanggapan.
Perlu diketahui, merujuk pada UU No 10 tahun 1998, atas perubahan tentang UU No 7 tahun 1992, menyebutkan, Jika bank mengembalikan satu agunan dan mengklaim hanya satu yang ditebus, berikut beberapa bukti yang dapat diminta dari
DOKUMEN RESMI;
1. Akta pembebasan Hak Tanggungan (APHT) untuk agunan yang dikembalikan.
2. Surat pengakuan pembayaran (SPP) atau bukti pembayaran
3. Dokumen perubahan data agunan disistem informasi bank (SIB).
4. Surat keterangan pengembalian agunan.
DOKUMEN TRANSAKSI;
1. Bukti transfer atau pembayaran untuk agunan yang ditebus.
2. Rekening koran atau laporan transaksi bank.
3. Dokumen perjanjian kredit atau perjanjian agunan
DOKUMEN INDENTIFIKASI;
1. Foto copy identitas pemilik agunan
2. Dokumen kepemilikan agunan (Sertifkat Hak Milik/SHM, Sertifkat Hak Guna Bangunan/SHGB)
3. Dokumen perubahan kepemilikan agunan (jika ada).
DOKUMEN TAMBAHAN;
1. Surat pernyataan bank tentang pengembalian agunan.
2. Dokumen proses pengembalian agunan.
3. Rekaman atau catatan komunikasi dengan bank.
HAK NASABAH;
1. Nasabah berhak menerima bukti pengembalian agunan.
2. Nasabah berhak mengetahui status agunan lainnya.
3. Nasabah berhak meminta klarifikasi tentang proses pengembalian agunan. (*)