Oleh: Herman Iyone
(Opini/Tajuk) –– Pembangunan TUGU JAGUNG oleh pemerintahan sebelumnya (Periode 2017-2022) menggunakan biaya pembangunannya yang bersumber dari APBD.
Maka tentu keberadaan bangunan tugu jagung menjadi aset kekayaan daerah yang dapat dinilai dengan uang yang tercatat dalam neraca keuangan daerah yang nominalnya sebagaimana nilai anggaran pembangunannya.
Keberadaan tugu jagung tidak hanya sebagai aset kekayaan daerah, tetapi juga menjadi icon daerah-daerah wilayah Provinsi Gorontalo sebagai penghasil produk jagung. Sebab di wilayah Provinsi Gorontalo, tugu jagung hanya terdapat di ibukota kab boalemo.
Jika keberadaan tugu jagung ditinjau dari aspek kekayaan daerah, maka dengan diruntuhkannya atau hilangnya tugu tersebut, secara otomatis kekayaan daerah telah berkurang. (nominalnya senilai biaya pembangunannya).
Dan jika dinilai dari aspek icon daerah provinsi yang dikenal sebagai penhasil jagung, maka dengan sendirinya daerah ini telah kehilangan bangunan monumen sebagai identitas daerah penghasil jagung.
Maka dengan tinjauan dari kedua aspek diatas, tentu kita dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi kerugian daerah. (Aspek icon dan keuang).
Dan jika dilihat dari aspek pembangunan tugu videotron yang pembangunannya dilakukan oleh korporasi milik swasta atau oleh investor yang pembiayaannya tidak menggunakan keuangan yang bersumber dari APBD, tentu keberadaan tugu videotron adalah merupakan aset bangunan milik swasta atau milik perorangan.
Dan jika ditinjau dari aspek nilai komersial keberadaan tugu videotron oleh pihak pemiliknya, tentu secara umum sudah dapat dipastikan bahwa hasil komersialisasinya seperti usaha jasa periklanan berbayar, tentu adalah profit/keuntungan sebagai pendapatan pihak swasta, dan bukan pendapatan daerah.
Namun jika ditinjau dari aspek PERDA tentang pajak reklame yang menetapkan nilai pungut pajaknya 25%, maka daerah beroleh sumber pendapatan senilai 25% dari pendapatan 100% atas komersialisasi tugu videotron milik swasta atau perorangan.
Dan jika ditinjau dari aspek kebijakan PROFIT oleh pemerintah, bahwa;
Kebijakan pemerintah daerah terkait profit merujuk pada serangkaian tindakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan mereka sendiri, serta mengelola sumber daya daerah secara efisien demi kesejahteraan masyarakat. Ini mencakup berbagai aspek. mulai dari pengelolaan pajak dan retribusi daerah, optimalisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hingga pemberian insentif bagi sektor bisnis pemerintah yang potensial menguntungkan sebagai sumber pendapatan yang dapat menambah nilai kekayaan daerah.
Maka jika ditinjau dari aspek KEBIJAKAN PROFIT oleh pemerintah daerah, atas pembangunan tugu videotron oleh pihak swasta yang telah mengakibatkan hilangnya bagunan tugu jagung yang notabene sebagai aset daerah, adalah merupakan kebijakan profit oleh pemerintah yang diduga merugikan daerah.
Yang mestinya keberadaan tugu jagung sebagai icon dan sebagai aset daerah tidak harus dihilangkan, akan tetapi direkonstruksi
dari aset yang sebelumnya tidak produktif ditingkatkan menjadi produktif dengan cara merekontruksinya dan menambahkan videotron di atasnya yang dapat dikomersilkan yang nilai pendapatannya 100% sebagai pendapatan daerah, yang pembangunannya dilaksanakan oleh BUMD dengan sumber keuangan yang dipisahkan dari APBD.
Dalam rangka pengresmian bangunan tugu vidiotron, diharapkan ada penyampaian latarbelakang atau dasar dari kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Sebab Tindakan penghilangan aset daerah oleh seorang bupati dapat dikenai sanksi hukum pidana dan perdata, tergantung pada jenis dan akibat dari tindakan tersebut.
Secara pidana, tindakan ini bisa dianggap sebagai tindak pidana korupsi, jika memenuhi unsur-unsur dalam UU Tipikor, atau tindak pidana umum lainnya seperti penggelapan.
Secara perdata, bisa timbul gugatan ganti rugi dari pemerintah daerah atau pihak lain yang dirugikan.
Selain itu, ada juga sanksi administratif yang bisa dikenakan oleh pemerintah pusat atau DPRD.
Sanksi Pidana:
Tindak Pidana Korupsi:
Jika penghilangan aset melibatkan penyalahgunaan wewenang, kerugian negara, dan memperkaya diri sendiri/orang lain, maka bisa dijerat dengan UU Tipikor.
Penggelapan:
Jika aset daerah dikuasai atau dijual tanpa hak, bisa dikenakan pasal penggelapan dalam KUHP.
Tindak Pidana Lainnya:
Tergantung pada modus operandi, bisa juga ada tindak pidana lain seperti pemalsuan dokumen, pencucian uang, dll.
Sanksi Perdata:
Gugatan Ganti Rugi: Pemerintah daerah atau pihak lain yang dirugikan dapat menggugat bupati untuk membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan.
Sanksi Administratif:
Pemberhentian Tidak Dengan Hormat: Jika terbukti bersalah, bupati bisa diberhentikan dari jabatannya.
Sanksi dari Mendagri: Menteri Dalam Negeri dapat menjatuhkan sanksi administratif, termasuk pemberhentian sementara atau pencopotan jabatan.
Pembentukan Pansus DPRD: DPRD bisa membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki kasus ini dan merekomendasikan sanksi.
Dasar Hukum:
UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah (PP) terkait Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait Pengelolaan Barang Milik Daerah.