Akar Masalah Pulau Saronde
Sebagai akademis, intelektualis atau masyarakat yang tertindis oleh kapitalis, kita perlu melihat bahwa masalah Pulau Saronde bukan hanya tentang masalah tinggi-rendahnya harga kontrak. Akan tetapi secara menyeluruh kita melihat akar masalah Pulau Saronde terletak pada tata kelola kepemilikan. Oleh karena itu, privatisasi bukanlah menjadi solusi untuk mendongkrak ekonomi atau pendapatan asli daerah. Karena sejatinya, dogma privatisasi lahir dari Rahim kapitalisme yang tidak menjadikan manusia sebagai objek yang harus diselesaikan urusannya. Akan tetapi, justru menjadi jalan terampasnya harta rakyat. Keuntungan yang terdapat didalamnya pun bukan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Namun para korporasi yang merampas hak rakyat dan membuat hidup rakyat menjadi sempit bin tercekik.
Berbeda halnya dengan Islam. Islam secara kaffah (baca: menyeluruh) datang sebagai mualajah musykilah atau solusi dalam setiap permasalahan kehidupan. Dalam Islam paradigma pengelolaan sumber daya alam milik umum berbasis Negara bukan paradigma bisnis ala kapitalis tapi menggunakan paradigma riayah. Oleh karenanya, kepemilikan umum tidak boleh diprivatisasi oleh swasta atau asing. Secara adminstrasi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang masuk kategori milik umum, dalam sistem ekonomi Islam menggunakan sistem sentralisasi. Artinya, SDA yang ada di sebuah negeri bukan hanya milik negeri tersebut, tetapi milik seluruh kaum Muslim. Setelah negeri tersebut terpenuhi kebutuhannya, SDA tersebut akan dialokasikan ke negeri-negeri lain yang membutuhkan sehingga akan terjadi pemerataan pemanfaatan SDA.
Adapun Secara teknis tata kelola kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua cara, yakni: Pertama, pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat umum. Laut, Samudra, Sungai besar, Air, padang rumput, api, jalan umum merupakan benda-benda yang bisa dimanfaatkan oleh setiap individu. Siapa saja dapat mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang rumput milik umum. Dalam konteks ini negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat. Kedua, pemanfaatan di bawah pengelolaan Negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi serta biaya yang besar seperti minyak bumi, gas alam dan barang tambang lainnya langsung dikelola oleh Negara. Begitu sempurnanya Islam mengatur pengelolaan sumber daya alam. Pendapatan ekonomi Negara terjamin, rakyat pun hidup sejahtera. Maka, selayaknya kita menggunakan tata kelola yang sesuai dengan syariat.
Wallahu’alam….