BOLMONG|mediasulutgo.com – Menjelang penetapan calon peserta pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bolaang Mongondow, Paslon Limi-Welty gencar diserang akun palsu dan sejumlah pemberitaan tidak terkonfirmasi.
Harusnya platform media sosial menjadi wadah interaksi sosial dalam jangkauan luas sehingga para penguna dapat saling berbagi informasi, namun belakangan ini media sosial dijadikan tempat untuk saling membuli dan menjatuhkan.
Alhasil media sosial diperalat untuk menyiarkan dan mengamplifikasi kampanye politik yang dipenuhi oleh narasi negatif di media sosial, sehingga situasi ini dapat memberikan dampak serius terhadap kesehatan demokrasi di Indonesia.
Hal inipun dialami oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dr. Limi Mokodompit, M.M., dan Welty Komaling., SE.MM., adapun fitnah dan isu pembusukan untuk menjatuhkan kedua Paslon tersebut, mulai dari tidak akan mendapat partai pengusung, tampilan yang Abo’-abo’, ditinggal istri, nikah sirih, hingga kemudian di isukan pencalonannya bakalan terganjal aturan akibat roling jabatan semasa bertugas penjabat Bupati.
Menanggapi isu tersebut Limi tidak begitu menaruh perhatian dengan perbuatan tidak terpuji itu. Dirinya bahkan mendo’akan agar kelak mereka yang menzoliminya itu sadar dengan perbuatannya.
“Itu hanya isu sesat dan luapan ketidaksukaan oleh segelintir orang tidak bertanggung jawab, yang tidak menginginkan kemajuan di daerah. biar tuhan yang membalas mereka,” kata Limi.
Kompetisi pada pilkada kata Limi bukan hanya soal siapa menang atau kalah. Tapi paling utama bagaimana kita tetap mampu menciptakan kedamaian di tengah perbedaan sikap politik.
“Momentum Pilkada adalah proses bagaimana daerah dan rakyat kedepanya boleh mendapat pemimpin yang terbaik mampu menjalankan amanah. Lantas untuk apa jika kita harus saling merusak,” terang Limi lagi.
Meski begitu Limi tetap berkomitmen dan mengajak para pendukung serta simpatisan untuk menjaga persatuan serta tetap mendorong perhelatan pilkada ini boleh berlangsung dengan riang gembira layaknya pesta rakyat.
“Wasiat moto leluhur Bolmong Mototompiaan, Mototabian, Mototanoban, mengandung makna yang luar biasa agar warga tidak terpecah hanya karena perbedaan pilihan,” pungkasnya
Adapun Welty Komaling juga mengungkapkan bahwa mendapatkan kekuasan dengan cara yang tidak baik sangat diyakininya akan berdampak buruk pada pola pikir masyarakat serta stabilitas pemerintahan kedepannya.
“Tidak sepantasnya warga disuguhkan dengan isu, fitnah dan berita hoax/tidak benar yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan,” tutup figur yang maju berpasangan dengan Welty Komaling ini. (Vijay)