Penistaan Agama, Kebebasan berekspresi atau Ekspresi yang di Bebaskan?
Oleh: Stela Abdullah
(Penulis adalah Mahasiswa UNG)
OPINI, mediasulutgo.com – Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto mengungkap motif enam pegawai Holywings, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama, membuat promo miras gratis setiap Kamis bagi yang bernama Muhammad dan Maria.
Budhi mengatakan, motif para tersangka dalam membuat konten tersebut adalah untuk menarik pengunjung datang ke gerai yang kurang pengunjung. “Mereka membuat konten tersebut untuk menarik pengunjung datang ke gerai khususnya di gerai yang presentase penjualannya dibawah target 60 persen,” tuturnya di Mapolres Metro Jakarta Selatan, Jumat (24/5/2022) malam.
Meski demikian, kata Budhi, penyidik masih akan mendalami motif lain dari para tersangka. “Kita akan terus mendalami motif lain kenapa (mem-posting promosi miras gratis dengan nama Muhammad dan Maria),” ujarnya (suara,com,25/6/2022).
Penistaan agama yang kerap terjadi sekarang seolah sudah menjadi main course bagi masyarakat. Banyaknya kasus mengandung penistaan agama yang terjadi, diharapan akan ada tindakan sebagai bentuk upaya penanggulangan kasus-kasus tersebut namun justru sebaliknya malah menuai kontroversi baru yang tak kunjung mereda dan semakin memanas. Beberapa waktu yang lalu, kasus serupa juga pernah terjadi di India. Dimana seorang Politisi asal India Nupur Sharma menjadi sorotan publik usai memberikan cuit menghina nabi Muhammad di akun Twitter pribadinya.
Nupur Sharma diketahui nekat menghina nabi Muhammad di media sosial Twitter yang kemudian direspon protes oleh umat muslim. Nupur Sharma diketahui merupakan juru bicara politisi dari partai Bharatiya Janata Party (BPJ) yang merupakan partai besar di India.
Sebelumnya, Nupur Sharma memberikan komentar kontroversi di acara debat di TV India. Ia memberikan pernyataan menghina nabi Muhammad dengan menyebut telah menikahi gadis 6 tahun dan berhubungan di usia 9 tahun (teras Gorontalo,com, 6/6/2022).
Kasus penistaan ini tidak hanya terjadi di Indonesia maupun India, namun kasus ini juga pernah terjadi di Perancis. Melansir dari news.detik,com, Kontroversi di Perancis diawali tindakan seorang guru Samuel Paty yang menggunakan kartun terbitan Charlie Hebdo tahun 2015 saat mengajar yang dianggapnya sebagai karikatur nabi Muhammad, bahkan Presiden Emmanuel Macron menilai kartun atau karikatur nabi Muhammad di Charlie Hebdo sebagai kebebasan berpendapat. Dia juga mengatakan Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis dengan posisi muslim makin sulit.
Penistaan tak perlu ditanyakan lagi, seolah telah manjadi hal lumrah di kalangan umum. Kontroversi yang tak kunjung usai mencerminkan betapa kita membutuhkan solusi, bukan hanya sebagai bentuk penanggulangan tetapi juga untuk membentengi Islam dari segala bentuk kecaman maupun tindakan yang selalu menjatuhkan dengan alasan yang tak masuk akal. Islam sekarang telah menjadi bahan candaan, sering mendapat kecaman, ancaman bahkan tuntutan yang mengharuskan ikut dengan perkembangan zaman.
Dari fakta-fakta diatas, terjadinya kasus-kasus penistaan agama ini tidak lain dan tidak bukan kebanyakan diawali oleh pihak-pihak non-muslim yang didukung oleh pemerintah yang tak kunjung angkat suara dan melakukan tindakan sebagai bentuk upaya untuk membuat jera para pelaku penistaan agama ini. Tidak bisa dipungkiri, kehidupan sekuler saat ini telah membuat manusia menjunjung tinggi kebebasan, baik kebebasan berekspresi, berpendapat dan kebebasan lainnya tanpa memperhatikan apakah hal tersebut layak untuk diekspresikan atau disuarakan.
Kebebasan ini pula yang membuat generasi-generasi sekarang seolah tak peduli dengan apa yang terjadi. Adanya aturan yang memisahkan antara agama dan kehidupan, membuat masyarakat sekarang hanya berfokus pada satu hal saja yaitu kehidupan tanpa memperhatikan agama mereka yang sedang ditindas ditanah mereka sendiri. Mereka hanya berfokus bagaimana agar hidup mereka sejahtera dan seolah tak mau dipusingkan dengan perkara-perkara yang selama itu tidak merugikan mereka. Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri.
Selain itu, dizaman milenial yang didukung oleh teknologi yang semakin canggih ini menjadi salah satu media yang digunakan para pihak pelaku penistaan ini untuk memberikan kecaman berupa ujaran kebencian maupun tindakan yang pada akhirnya hanya akan tertuju pada satu hal yaitu penistaan. Ditambah dengan adanya pengaruh barat dalam segi fun, food, fashion maupun film membuat generasi muda hanya berfokus pada kesenangan saja bahkan inilah yang tanpa kita sadari yang kemudian melahirkan Islamophobia. Islam menjadi asing bahkan dinegara kita sendiri yang mayoritas masyarakatnya memeluk Islam, namun ketakutan akan Islam ini juga sering terjadi karena gagalnya pembinaan agama.
Lemahnya penegakkan hukum dan munculnya pembela penista agama yang tidak berpihak kepada agama yang dinista, juga termasuk faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai kasus penistaan agama ini. padahal berdasarkan Undang-Undang KUHP yang dibuat oleh negara pasal 156 a dengan jelas menyatakan “pidana penjara selama lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Mirisnya lagi ketika umat muslim hendak protes terkait kontroversi yang terjadi sebagai bentuk pembelaan terhadap Islam justru dianggap sebagai muslim radikal bahkan muslim extrem dan dinilai fanatik. Padahal ini pun terjadi karena tidak adanya tindakan yang tegas dari pemerintah sehingga umat muslim sendiri yang harus turun tangan dalam menangani persoalan yang terjadi.
Jika kita bandingkan dengan bagaimana Islam mengatur perkara-perkara ini, tentu sangatlah berbeda dengan sistem yang digunakan sekarang yang pada kenyataannya hanya mengantarkan kepada masalah baru bukan penyelesaian secara total. Islam secara jelas melarang/mengharamkan yang namanya penistaan atau mencaci agama lain dan dengan jelas Allah Swt berfirman:
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ فَيَسُبُّوا اللّٰهَ عَدْوًاۢ بِغَيْرِ عِلْمٍۗ كَذٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ اُمَّةٍ عَمَلَهُمْۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّهِمْ مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan janganlah kamu memaki sembah-sembahan yang mereka sembah selain allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am:108).
Islam sendiri mengajarkan kepada umat-Nya untuk selalu menunjukkan akhlak yang baik dengan tidak mencaci maki agama lain karena hanya akan merugikan diri sendiri.
Islam mengajarkan kita untuk mengimani kenabian Muhammad Saw sebagai Rasulullah, mencintai beliau dan senantiasa menjadikan beliau sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Selain itu, kecintaan kita sebagai seorang muslim kepada nabi haruslah melebihi apapun daripada kecintaan akan dunia. Islam menempatkan Rasulullah diposisi kedua untuk dicintai setelah Allah, bahkan ini juga diatas orang tua, harta benda maupun kenikmatan dunia lainnya. Mencintai Nabi hukumnya fardhu dan tidak akan sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai nabi lebih dari apapun. Rasulullah Saw bersabda;
لا يُؤْمِنُ أحدُكم حتى أَكُونَ أَحَبَّ إليه مِن وَلَدِه، ووالِدِه، والناس أجمعين
“Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya dan seluruh manusia lainnya.” (HR. Bukhari).
Ketika kita flashback Kembali ke kehidupan Rasulullah, betapa para sahabat-sahabat begitu mencintai beliau hingga mengorbankan segala yang mereka miliki baik harta atau nyawa, dan senantiasa memuliakan Rasululah. Tapi, melihat kondisi saat ini tentu sangat jauh dari keadaan pada zaman Rasulullah. Orang-orang zaman sekarang tidak lagi menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan kehidupan, dibuktikan dengan banyaknya kasus penistaan terhadap nabi yang terus terjadi tiada ujung namun hanya diterima diam tanpa aksi oleh kaum muslim saat ini, sangat sedikit yang mau speak-up dan lebih banyak berdiam diri seperti boneka yang secara tak langsung mendukung adanya gerak kapitalis yang makin hari makin menjadi-jadi.
Jika mencintai Rasulullah adalah kewajiban dan kebaikan yang amat luhur, maka menista (istihza’) terhadap kemuliaan beliau adalah dosa besar. Allah Swt berfirman:
وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ رَسُوْلَ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.” (TQS at-Taubah:61).
Melihat kondisi Islam saat ini, secara jelas memberi tanda bahwa agama ini perlu ditolong. Namun melihat kondisi umat yang enggan untuk speak up, lantas bagaimana ini akan terselesaikan? Agama ini tidak dapat terlindungi jika tak memiliki orang-orang yang mampu melindungi dan sistem yang mampu menaungi dengan baik. Semua itu akan terselesaikan dengan sistem Islam, karena Islam mempunyai seperangkat aturan yang mampu menjadi solving problem umat termasuk dalam hal penistaan. Sistem ini juga nantinya akan memperbaiki struktur kehidupan umat yang rusak dan terpuruk dibawah aturan kapitalis. Penerapan sistem ini akan menyongsong perubahan besar dalam kehidupan, mampu menangkal segala bentuk kemaksiatan, melindungi umat dan mampu membentuk generasi yang berakhlak Islam.(*)