Subsidi Beban Negara?
Di satu sisi, anggaran untuk subsidi BBM memang cukup besar. Subsidi BBM dan kompensasi yang harus dibayarkan pada Tahun Anggaran (TA) 2022 adalah sebesar Rp443,6 triliun atau sekitar 14% dari usulan perubahan belanja APBN TA 2022 sebesar Rp3.106 triliun.
Tingginya angka subsidi disebabkan oleh pembelian minyak bumi dan produk olahannya dengan mengacu standar harga pasar dunia, yang mana perawal Juli 2022 harganya menginjak ±USD110 per barrel.
Pertayaanya Apakah Indonesia tidak bisa memproduksi minyak bumi sendiri? Sejak 2004, Indonesia telah menjadi net importir minyak akibat produksi minyak domestik tidak mencukupi kebutuhan.
Produksi minyak mentah Indonesia hanya berkisar 600—700 ribu barel per hari, sedangkan kebutuhannya setara dengan 1,4 juta barel per hari. Produksi minyak mentah pun tidak semuanya kembali ke Indonesia karena mayoritas kilang dikuasai perusahaan swasta yang memiliki jatah penjualan minyak dari sejumlah yang telah ditambangnya. Dengan kata lain, kebutuhan impor minyak Indonesia lebih dari setengahnya.
Kebutuhan terhadap impor ini akhirnya menjadikan harga BBM distandarkan terhadap harga minyak dunia. Di satu sisi memang cukup memberatkan APBN. Namun di sisi lain, keluhan dan ketidaksungguhan pemerintah untuk menanggung subsidi BBM ini menunjukkan bahwa pemerintah menganggap subsidi BBM adalah beban keuangan yang harus dipangkas bahkan dihilangkan.
Hal ini selaras dengan teori ideologi kapitalisme neoliberal yang mengagungkan ekonomi pasar dan antisubsidi. Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi adalah langkah awal dari penghapusan subsidi oleh negara kapitalis neoliberal.
Dengan demikian, pada kenyataanya pembatasan pembelian pertalite dengan menggunakan cara pemakaian aplikasi untuk pembelian merupakan kebijakan yang lahir dari rahim kapitalisme neoliberal agar mengahasilkan pundi-pundi rupiah.