Dampaknya Bagi Pemuda
Fenomena menyedihkan seperti ini tidak di pungkiri sejalan dengan kian lemahnya fungsi agama di kalangan mayoritas masyarakat negeri ini. Masifnya proses sekularisasi di berbagai bidang kehidupan membuat agama hanya berperan sebatas ajaran ritual sekaligus sekadar identitas di atas kertas yang tidak berpengaruh apa-apa.
Ironisnya, proses sekularisasi ini justru legal dilakukan negara. Meski tidak menolak keberadaannya, tetapi negara tidak memperkenankan agama berperan mengatur kehidupan masyarakat. Agama dibatasi sebagai masalah privat saja, sedangkan dalam aspek lainnya, agama tidak boleh turut campur atau ikut “berbicara”.
Terlebih bagi agama Islam. Meski sejatinya Islam mengatur semua aspek kehidupan, tetapi syariat kafah haram diterapkan. Bahkan, sekadar untuk mempelajarinya pun benar-benar terlarang sebab Islam yang berlaku adalah Islam yang telah dikebiri sekadar urusan ibadah, akhlak, dan sebagian aturan. Selebihnya dipandang membahayakan.
Tidak heran jika Indonesia dikenal sebagai negeri muslim terbesar di dunia, tetapi aturan yang diterapkan justru banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam. Salah satunya sistem ribawi yang menjadi pilar perekonomian, serta sistem pergaulan yang sangat permisif dan serba liberal.
Di bidang pendidikan, aroma sekularisasi pun demikian kental. Dari masa ke masa pelajaran agama kian dimarginalkan. Kalau pun ada, domain pendidikan agama dan umum sengaja dipolarisasikan.
Wajar jika output-nya, lahir generasi yang serba timpang. Berpendidikan dan berketerampilan, tetapi minus nilai-nilai agama dan moral. Atau paham ilmu agama dan tsaqafah Islam, tetapi tidak mampu menapak di dunia nyata.
Asas sekularisme bahkan terbukti pula telah meracuni domain pendidikan berbasis agama. Pada domain ini, agama tetap saja sekadar jadi bahan pelajaran, tetapi tidak untuk diterapkan.
Tidak heran jika kasus-kasus amoral pun kerap dijumpai terjadi di lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama. Meskipun jumlahnya mungkin tidak sefenomenal lembaga pendidikan non agama.