Di Islam semua berstandarkan pada hukum syariat. Apapun kebijakan yang dikeluarkan selalu mengutamakan kepentingan pengurusan rakyat sesuai syariat. Semua kebutuhan rakyat betul-betul diperhatikan dan akan dijamin ketersediannya. Aturan yang terikat dengan hukum dari Sang Pencipta tentulah tidak ada cacatnya. Sebab, aturan itu turun dari Dzat yang sangat mengetahui kebutuhan manusia. Ketika ada perbedaan pandangan tentang hukum yang diterapkan maka, akan dikembalikan pada sumber hukumnya yaitu, al-Quran dan Sunnah. Sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah SWT:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59)
Jadi, sebagai rakyat yang terus menjadi korban dari hukum buatan manusia yang jelas-jelas menyengsarakan kehidupan haruslah memperjuangkan penerapan syariat. Mengkritisi kebijakan yang tidak mementingkan rakyat. Menggugat hukum pelegalan kerja busuk para Oligargi demi kesenangan Korporasi. Tunduk dan diam dengan kezaliman penguasa bagian dari dukungan juga. Olehnya, kajilah Islam lebih dalam. Pahami Islam sebagai Ideologi (mabda) bukan sekedar seperangkat aturan ibadah ritual saja. Kemudian dakwahkan agar rakyat tersadarkan dengan adanya aturan yang mampu mengatasi berbagai kondisi krisis umat.(*)