Dari sini bisa terlihat jelas bagaimana pemerintah tidak mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh output dari kebijakan yang akan diterapkan. Aturan dalam perundang-undangan dibuat bukan untuk pengaturan masyarakat. Tindakan membuat, merevisi, mengusung ide peraturan terhadap tatanan ekonomi negara tidak memperhatikan sisi masyarakat kecil. Sekalipun kebijakan yang dibuat dikritik masyarakat karena jelas merugikan tidak dipandang sebagai bahan pertimbangan.
Dalam negara demokrasi yang dibingkai dengan kebebasan, termasuk bebas memberikan pendapat, bebas mengambil kebijakan hukum memberi ruang penguasa untuk melegalkan berbagai cara demi mencapai tujuan. Apakah tujuannya untuk keuntungan seluruh masyarakat? Semua orang juga pasti tahu bahwa itu nihil. Keuntungan dari penetapan suatu hukum di negara hanya bisa dinikmati penguasa dan para korporasi.
Sangat terlihat jelas bagaimana pemerintah meligitimasi hukum UU Cipta kerja dengan cara merevisi UU PPP. Walaupun pasal-pasal yang termuat dalam UU Cipta kerja banyak merugikan pekerja. Semisal yang termaktub dalam pasal 42 yang mengatur tentang kemudahan para pekerja asing. Pasal tersebut memberi ruang bebas bagi para pekerja asing dengan tidak perlu mempunyai surat izin tertulis lagi baik dari Menteri atau pejabat yang ditunjukkan. Terdapat juga pasal-pasal lain yang kontroversial.
Biginilah hasil penerapan hukum buatan manusia. Pengambilan keputusan tanpa persetujuan public bukan lagi masalah besar. Mereka yang memiliki andil dalam pengambilan hukum bebas untuk melakukan apa yang diingingkan. Jika terdapat masalah dikemudian hari, bisa saja kesalahan itu akan dilingdungi dengan hukum yang lain.