Berbeda dengan pengelolaan kapitalis yang orientasinya materi, membuat negara setengah hati mengurus rakyat. Melihat kasus tambang ilegal yang dibiarkan berulang sekalipun ada undang-undang yang mengaturnya tetap saja lolos layaknya seekor burung keluar dari sarangnya.
Tentu ini berbeda pada pengelolaan tambang dalam Islam dengan menggunakan standarisasi yang benar dan jelas. Islam mengatur peran negara dengan jelas dan gamblang yakni: “Menjadi raa’in (pengurus) dan junnah (perisai)“. (H.R Bukhari dan Muslim).
Dengan ini, kesadaran negara terhadap dua peran ini akan menuntun negara mengatur potensi kekayaan alam yang sesuai dengan ketentuan Allah Subhanahu wa ta’alla, selaras dengan keberadaan kekayaan alamnya. Ini pun sesuai apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tata cara mengolah harta tambang, dengan contoh tersebut merupakan hukum syariat yang wajib diambil oleh negara dalam mengelolah tambang.
Dari Abu Hurairah secara marfu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya): rerumputan, air dan api,” (HR. Ibnu Majah)
Karena pada dasarnya, semua barang tambang,baik emas, perak, tembaga, nikel, dll termasuk milik umum yang haram untuk dimiliki dan dikuasai oleh individu, swasta apalagi aseng. Pun pada penguasa yang bekerja sama dengan para kapitalis.
Dalam hadis lain Rasulullah Saw. Bersabda,
“Dari Abyadh bin Hammal, ia pernah mendatangi Rasulullah saw. Dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Beliau lalu memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh bin Hammal ra. telah pergi, ada seseorang di majelis itu yang berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah anda berikan kepadanya? Sungguh Anda telah memberi ia sesuatu yang seperti air mengalir (al-ma al-idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw. Menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal).”(HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dari dalil-dalil diatas, tentu jelaslah pengaturan pengelolaan tambang Islam adalah barang tambang yang jumlahnya melimpah dan haram untuk dimiliki oleh Individu, karena harta tersebut milik umum bukan untuk di kapitalisasi. Menurut Syehk Taqiyuddin an-Nabhani, ada tiga jenis kepemilikan dalam Islam, yakni kepemilikan individu (al-milkiyyah al-fardiyyah), kepemilikan umum (al-milkiyyah al-ammah), dan kepemilikan negara (al-milkiyyah ad-dawlah) (An-Nabhani, An-Nizham al-Iqtishadi fi al-Islam, hlm. 69-70). (Mnews,03-08-2024).
Dengan tiga jenis kepemilikan ini, negara Islam mengatur pengelolaan tambang dan memetakan wilayah tambang. Sehingga banyak sedikitnya ditentukan oleh para ahli terkait yang diperuntukan untuk kebutuhan negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan, jika jumlahnya melimpah maka negara Islam sebagai wakil umat akan mengelola tambang tersebut secara mandiri tanpa campur tangan individu (swasta). Karena pada dasarnya monopoli tambang hukumnya haram, maka dengan konsep ini negara Islam sanggup menutup celah perampokan tambang oleh pihak asing, sehingga hasil dari tambang akan diperuntukkan untuk umat dan distribusinya diberikan secara langsung dalam bentuk subsidi energi dan sejenisnya secara tidak langsung dalam bentuk jaminan gratis untuk kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum Baitul Maal. (MMH, 01-10-2024).
Dengan demikian, pengelolaan tambang merupakan hal yang sangat penting untuk diurusi karena hal ini menyangkut kebutuhan seluruh umat. Pun pada penggunaan regulasi yang sekiranya harus transparan didalam mengelolah sumber daya alam agar sekiranya manfaatnya bisa dirasakan oleh Masyarakat. Bukan malah dikapitalisasi dan menjadi sumber memperkaya diri serta malah menjual kepada pihak aseng.*
Wallahu allam