Oleh : Sitti Aisyah, M.Pd. (Aktivis Muslimah)
OPINI, mediasulutgo.com, Ada apa dengan generasi hari ini, kasus demi kasus mencuat dengan beragam motif dan aksi yang kian sadis. Pelakunya pun tak pandang umur mulai dari yang bocah hingga yang sudah renta. Tersulut emosi lalu dengan mudah melukai korban yang notabene keluarga, kerabat, atau teman sendiri. Nyawa seakan menjadi barang murah yang bisa hilang begitu saja. Alasan ekonomi, asmara, sakit hati bisa saja membuat gelap mata hingga tega menghabisi korban.
Sungguh tragis nasib menimpa seorang ibu dua anak berinisial HP yang dibunuh secara sadis karena motif asmara dan ekonomi. Kasus pembunuhan tersebut disertai mutilasi terjadi di Sleman, Yogyakarta. Pelaku membunuh dan memutilasi korban hingga 65 bagian. Lebih miris lagi, ternyata usia pelaku masih sangat muda, yaitu 23 tahun.
Beberapa hari lalu, polisi juga menangkap pelaku pembunuhan dan mutilasi, DA, terhadap korban berinisial R di sebuah apartemen di Cisauk, Tangerang. Kasus yang sama juga terjadi di penghujung 2022, polisi menangkap pelaku pembunuhan berinisial MEL di Kabupaten Bekasi.
Tidak cukup sampai disitu, dalam dunia pendidikan terjadi pembacokan yang melibatkan tiga remaja SMP. Mereka membacok seorang temannya hingga tewas. Mirisnya aksi tersebut ditayangkan secara langsung melalui siaran Instagram. Diketahui, ketiga pelaku sengaja menayangkan aksi keji itu lantaran tidak terima karena korban menuduh ketiga pelaku melakukan vandalisme di gedung sekolahnya.
Di Gorontalo juga tak luput dari kasus serupa. Telah terjadi pembacokan oleh dua pemuda berprofesi juru parkir kepada seorang penjual es kelapa muda. Pelaku melakukan aksi tersebut lantaran hal sepele. Mereka tersinggung usai diberi satu gelas es kelapa padahal mereka meminta jatah dua gelas.
Setali tiga uang, warga Pohuwato belakangan dibuat resah dengan aksi begal yang dilakukan oleh sejumlah Orang Tidak Dikenal (OTK) di Jalan Trans Sulawesi. Tepatnya kawasan hutan lindung Marisa, Kabupaten Pohuwato. Tak tanggung-tanggung, para pelaku yang masih remaja bahkan nekat melukai korban jika berani melawan. Akibatnya supir yang berusaha melakukan perlawanan mengalami luka dibagian wajah.
Sungguh miris jika melihat potret generasi hari ini. Pemuda yang seharusnya melejitkan potensi diusia emasnya, mengukir prestasi demi mempersiapkan masa depan malah harus berhadapan dengan kriminal. Mereka menyandang status “pembunuh” bahkan diusia yang masih belasan tahun.
Kasus kriminal oleh remaja ibarat fenomena gunung es, karena alasan reputasi dan nama baik pihak tertentu bisa jadi ada kasus yang belum terlaporkan. Lantas, sebenarnya apa yang menyebabkan generasi sekarang terbiasa melakukan kejahatan yang sadis dan bagaimana solusi tuntas mengakhirinya?
Stimulan Kejahatan.
Kriminal dengan berbagai motif dan pelakunya dengan segala rentang usia bukanlah sebuah fenomana baru. Tahun demi tahun kasus semakin bertambah banyak, kejahatanpun kian sadis bahkan sudah tidak berperi-kemanusiaan. Manusia yang berakal jadi hilang akal menjelma seperti binatang gelap mata hingga tega menghabisi dan memutilasi korban.
Alasan ekonomi sering menjadi alasan melakukan aksi kejahatan. Tuntutan hidup kian berat sedang mencari pekerjaan makin sulit. Alasan hutang, atau sekadar ingin memenuhi hasrat ingin memiliki sesuatu karena arus gaya hidup kapitalisme yang serba matrealistik. Alasan asmara juga kerap menjadi pemicu terjadinya kejahatan. Rasa cinta yang semula ada hilang begitu saja lantaran mengetahui pasangan selingkuh atau ditinggal karena faktor lainnya. Buntutnya terjadilah kekerasan hingga tak segan membunuh korban.
Stimulan akan kekerasan tanpa sadar difasilitasi oleh sistem kapitalisme. Contohnya lewat game, film ataupun bacaan yang bisa diakses secara mudah. Lihat saja bagaimana dunia perfilman hari ini. Begitu juga game-game yang sering dimainkan pemuda sarat akan nilai kekerasan. Hal tersebut sangat mudah ditiru oleh pelaku kejahatan bahkan bukan tidak mungkin malah dijadikan referensi.
Jika ditelusuri kurangnya kesadaran hubungan dengan Allah adalah muara dari segala kejahatan. Hal ini dikarenakan konsep hidup yang dijalani jauh dari Islam. Kapitalisme menjadikan manusia memisahkan antara agama dan kehidupan. Akibatnya, iman yang menjadi pondasi dalam menjalani kehidupan nyaris rapuh dan terkikis menjadikan generasi tak takut berbuat kejahatan. Mereka lebih senang hidup liberal dan hedonis seperti tuntutan sistem hari ini. Urusan agama adalah urusan nomor dua. Belum lagi sistem sanksi yang tidak memberi banyak efek jera kepada masyarakat umum.
Islam Tuntaskan Kejahatan
Begitu mengerikan dunia generasi hari ini. Sistem hidup sekuler ala kapitalisme bukannya memberi kesejahteraan malah menjadikan hidup kian pelik. Pemuda yang diharapkan tumbuh menjadi cikal bakal penerus peradaban malah rusak. Jika terus begini, bagaimana mungkin generasi bisa diharapkan mampu mengemban peradaban hari esok.
Kita butuh generasi tangguh, kuat imannya, cerdas akalnya. Generasi yang dekat dengan islam sehingga takut akan maksiat. Generasi ini tidak lahir dari rahim ibu yang rusak (kapitalisme). Sudah saatnya mencari solusi sistematis yang mampu mengubah arah hidup generasi. Berikut mekanisme Islam memberikan solusi preventif dan kuratif untuk menuntaskan kasus kejahatan:
Pertama, keluarga adalah madrasah pertama penanaman aqidah muslim yang kokoh. Dari rumah, seorang muslim belajar iman dan islam sehingga menumbuhkan ketaqwaan dalam dirinya dan menjadi imunitas atas berbagai pengaruh buruk dari luar rumah.
Kedua, kontrol masyarakat yang tak kalah penting dibutuhkan dalam penerapan Islam secara kaffah. Masyarakat yang peka terhadap pelanggaran hukum syari’at tentunya akan saling mengingatkan dalam kebaikan. Tidak ada istilah acuh tak acuh sebagaimana hari ini. Hal tersebut dikarenakan Allah yang memerintahkan untuk senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Ketiga, negara yang paling besar peranannya dalam melindungi generasi dari berbagai hal-hal yang bisa merusak generasi. Negara wajib menjadikan aqidah islam sebagai basis berkehidupan. Semua bacaan, tontonan, game yang menstimulasi tindak kekerasan berada dalam pengawasan negara. Aqidah islam menjadikan syariat sebagai standar perbuatan halal-haram. Selain itu sistem pendidikan menggunakan kurikulum pendidikan Islam bertujuan mencetak generasi yang memiliki pola pikir dan sikap Islami. Sistem ekonomi akan menjadikan rakyat terpenuhi kebutuhannya. Sedangkan, sistem pergaulan yang sehat mengontrol interaksi laki-laki dan perempuan. Serta negara wajib menerapkan sistem sanksi yang tegas bagi pelaku kekerasan apalagi sampai korban tewas sesuai dengan hukum syari’at. Terlebih ketika pelaku sudah baligh akan diterapkan hukum secara adil yakni berlaku hukum qishos.
Demikian Islam memberi solusi atas masalah dalam kehidupan. Nyawa satu manusia sangat berharga dalam Islam, sehingga hal-hal yang bisa memicu kekerasan harus dihilangkan. Rasulullah Saw bersabda “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai, Turmudzi dan dishahihkan Al-Albani). Wallahu A’lam.