Elly Mustrianita dari PZ Cussons
menekankan penerapan EPR tidak bisa hanya bergantung pada perusahaan, “Kami juga
bergantung pada suplier, jika penyedia awal mampu menawarkan harga kompetitif dan dapat memenuhi market demand maka tentu menjadi pertimbangan bagi industri”. Maya Tamimi dari Unilever pun setuju dengan hal tersebut, “Tantangan lain komitmen bisnis menuju EPR
yaitu penerapan peraturan sebaiknya berlaku rata antar sesama industri.” ungkapnya.
Tuti Hendrawati Mintarsih dari ADUPI menekankan “Kunci keberhasilan daur ulang ada pada Pengumpulan-Pemisahan dan Pasokan-Permintaan”. Apabila di saat pemisahaan dan pengumpulan sudah teratur, maka nilai sampah layak daur ulang bertambah dan beragam sehingga berdampak pada meningkatnya pasokan dan permintaan.
Untuk itu kolaborasi dan kerjasama sinergi pengumpul, agregator, suplier, lembaga riset, pemerintah, perusahaan hingga masyarakat dalam mengelola sampah menjadi bermanfaat.
“NPAP siap mendukung implementasi PERMENLHK No.75/2019 dengan turut
mendiseminasikan peraturan tersebut kepada para produsen. NPAP sangat menghargai
usaha yang sudah dilakukan oleh para consumer goods dan brand owners dalam mengurangi
sampah plastik; kami akan terus mendorong mereka untuk berinovasi dan berkolaborasi, serta memenuhi ketentuan dalam rangka melaksanakan tanggung jawab untuk mengurangi sampah”, tutur Tuti Hadiputranto, Chairwoman NPAP WRI Indonesia.