Scroll keatas untuk lihat konten
OPINIHEADLINES

Genjatan Senjata Tak ‘Bekerja’, Haram Melupakan Gaza!

×

Genjatan Senjata Tak ‘Bekerja’, Haram Melupakan Gaza!

Sebarkan artikel ini

 Oleh: Rayyan Kinasih

OPINI,mediasulutgo.com — melansir dari CNN Indonesia, gencatan senjata antara Israel dan Hamas akhirnya resmi berlaku di Jalur Gaza Palestina pada Minggu (19/1) pagi waktu setempat setelah sebelumnya telah terjadi kesepakatan antara keduanya yang di mediatori oleh pihak Qatar, Mesir dan Amerika.

Namun pada akhirnya kata ‘gencatan senjata’ hanya ilusi belaka. VIVA.co.id melaporkan bahwa dalam beberapa jam terakhir, serangan Israel terhadap Gaza telah menewaskan sedikitnya 82 orang. Padahal sebelumnya pengumuman tentang kesepakatan gencatan senjata yang dibuat oleh Hamas dan Israel pada Rabu (15/1) malam telah terdengar, tapi tetap saja pihak Israel terus memborbardir wilayah Gaza dengan senjata mereka. Ini membuat warga Gaza kembali dihantui rasa takut dan khawatir akan situasi yang semakin memburuk sebelum gencatan senjata benar-benar resmi diberlakukan pada Minggu pagi.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Dari sini kita dapat melihat bahwa pelanggaran terhadap perjanjian merupakan karakter yang tidak akan pernah bisa lepas dari diri Zionis Israel bahkan sebelum dan sesudah perjanjian tersebut mereka terapkan sebagaimana sejarah telah mancatatnya. Oleh karena itu, dapatkah watak Zionis Israel yang telah turun temurun diubah melalui keputusan yang tidak stabil dan tidak menentu ini? Jika sudah ada kesepakatan gencatan senjata saja mereka tetap ingkar, maka tidak akan heran jikai isi perjanjian dari kesepakatan itu sendiri juga akan mereka langgar seperti sebelum-sebelumnya.

Mengutip Al-Jazeera (16/1/2025), perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza dimulai 19 Januari 2025 dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, gencatan senjata akan berlangsung selama 42 hari disepakati untuk menghentikan operasi militer kedua belah pihak sementara pasukan Israel mundur ke arah timur dan menjauh dari wilayah Gaza. Pada tahap kedua, selama 42 hari disepakati bahwa deklarasi pemulihan ketenangan akan terus dilakukan. Terakhir, pada tahap ketiga selama 42 hari disepakati untuk pertukaran jenazah dan sisa-sisa jenazah yang ditahan oleh kedua belah pihak setelah mereka tiba dan diidentifikasi.

Jika kita melihat isi kesepakatan, gencatan senjata yang dilakukan seperti ladang penuh “ranjau” yang cenderung tidak stabil, rentan, dan sewaktu-waktu dapat meledak kapan saja ketika ada gangguan apa pun dalam pelaksanaannya sehingga akan menghentikan langkah berikutnya. Karena pihak Israel menerima perjanjian ini dengan setengah hati, maka banyak pihak berpendapat bahwa pelanggaran perjanjian masih mungkin terjadi. Sebagaimana yang diketahui, Presiden AS Joe Biden telah mendorong gencatan senjata sejak Mei 2024 sebagai tanggapan atas desakan masyarakat internasional dan kondisi Gaza yang kian tidak terkendali. Namun, Netanyahu, sang pemimpin Israel tetap menolaknya dengan mengatakan akan meningkatkan kadar serangan disana untuk menghancurkan Hamas sampai ke akar-akarnya.

Karena sikapnya yang keras ini membuat banyak para pengamat tidak percaya bahwa gencatan senjata akan berjalan dengan baik. Selain itu, tidak semua pejabat Israel mendukung gencatan senjata. Menteri Keamanan Nasional Zionis Itamar Ben-Gvir, yang juga pemimpin partai sayap kanan ekstremis Jewish Power (Otzma Yehudit), mengatakan bersedia melepaskan jabatannya demi melakukan protes penolakan terhadap kesepakatan gencatan senjata ini. Dia melihat gencatan senjata sebagai penyerahan kepada teroris.

Telepas dari itu semua, umat Islam harus bersyukur atas pencapaian para pejuang Gaza yang membuat Israel menerima gencatan senjata. Namun, umat Islam harus tetap waspada karena Zionis Israel tidak dapat dipercaya. Ingatlah bahwa gencatan senjata bukan solusi yang benar-benar efektif karena masalah utama di Palestina adalah perampasan tanah dari pemiliknya bukan konflik wilayah sebagaimana yang dinarasikan oleh media Barat. Kita juga harus ingat bahwa kasus ini adalah hasil dari rencana Barat yang sejak lama ingin mengambil alih dunia Islam dan mengukuhkan penjajahan di negara-negara Muslim yang kaya akan sumber daya alam. Oleh karena itu, masalah Palestina bukan hanya merupakan masalah bagi Palestina atau bangsa Arab. Melainkan merupakan masalah umat Islam di seruruh dunia yang hari ini sukses dipecah belah menjadi lebih dari 50 negara bangsa.

Untuk itu, kaum muslim yang telah kehilangan ‘induknya’ tersebut, hendaknya bersatu dalam satu kepemimpinan Islam agar dapat melawan Israel dan negara-negara adidaya yang mendukungnya. Karena hanya kemimpinan Islamlah yang dapat memberikan perlindungan nyata dengan cara menggerakkan pasukan untuk berjihad melawan Israel di tanah kaum muslim di Palestina dan di seluruh wilayah yang ada dunia.

Keberadaan Kepemimpinan Islam atau disebut juga Khilafah ini, telah terbukti berhasil membebaskan Baitulmaqdis di masa lalu yang sempat berada di tangan pasukan salib. Untuk membebaskan Palestina, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi mengerahkan pasukannya yang kuat dan tak terkalahkan. Ia berhasil merebut kembali Baitulmaqdis dan tanah Palestina pada 2 Oktober 1187 M atau 27 Rajab 583 H, bahkan memaksa musuh untuk menandatangani perjanjian Shulh ar-Ramlah yang luar biasa.

Kita tidak dapat berharap bahwa para pemimpin Islam saat ini akan bertindak dengan cara yang sama seperti Sultan Shalahuddin ketika melawan penjajah. Mereka hanya bisa mencuci tangan mereka dan berdiri di belakang musuh yang mengibarkan bendera perdamaian palsu. Mereka menyepelekan fakta bahwa Islam secara tegas melarang berdamai dengan musuh yang merampas wilayahnya, terutama wilayah yang merupakan tempat tinggal saudara seagama mereka.

Oleh karena itu, umat Islam harus terus melanjutkan perjuangan dan tidak boleh berputus harapan untuk mendapatkan solusi hakiki, meskipun banyak menemui hambatan dari musuh-musuh Islam. Zaman Khilafah Rasyidah yang kedua akan segera muncul, sebagaimana yang telah Allah janjikan. Bahkan dalam bisyarah Rasulullah saw., dia mengatakan bahwa pemerintahannya akan membawa kesejahteraan bagi Baitulmaqdis dan Palestina. Dengan begitu entitas Zionis Israel akan kalah dengan sehina-hinanya.(**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *