FGD Bersama Kementerian Kooordinator Bidang Perekonomian RI dan ICC, Bupati Nelson Bahas Pemanfaatan Energi Hijau Berbasis Kelapa Non Standar
Limboto mediasulutgo.com- Ketua umum Koalisi Pemerintah Kabupaten Penghasil kepala (Kopek) juga Bupati Gorontalo Prof. Nelson Pomalingo, menjadi salah satu pemateri dalam kegiatan forum Group Discussion (FGD), dengan tema Energi Hijau Berbasis Kelapa Non Standar.FGD ini digagas Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Kooordinator Bidang Perekonomian RI kerjasama dengan International Coconut Community (ICC), Senin (19/6//2023) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat
Kegiatan itu dibuka langsung Musdhalifah Machmud, selaku Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis. Selain Bupati Nelson Pomalingo, pemateri lain pada FGD antara lain, Suyoto Rais Ketua Umum IJBNet, unsur International Coconut Community (ICC), perwakilan Universitas Sam Ratulangi dan Universitas Mercu Buana. FGD ini lebih fokus membahas rencana pengembangan bahan baku bioavtur dari kelapa non – standar diindonesia yang dilakukann oleh IJBNet.
Mengawali materinya, Nelson Pomalingo menyampaikan konsep dan model kopek terhadap pengembangan kelapa regional. Konsep itu antara lain, pertama, start from the end. pengembangan investasi skala besar untuk industri pengolahan kelapa terpadu, pembangunan industri kecil dan menengah kelapa. Kedua, kolaborasi pengembangan kelapa, peran pemerintah, lembaga penelitian, ICC dan organisasi kelapa, lembaga international (ADB) terhadap dukungan pembiayaan pengembangan industri kelapa. Ketiga, penyediaan benih unggul kelapa yakni berupa penetapan pohon induk kelapa terpilih sebagai sumber benih utama pembangunan bank genetik kelapa dunia. Keempat, diversifikasi usahatani berbasi kelapa berupa pemanfaatan lahan di bawah tegakkan kelapa dan kelima, penguatan kelembagaan perkelapaan, yang dilakukan oleh organisasi kelapa, petani kelapa, industri kelapa dan pemerintah terhadap peningkatan daya saing kelapa indonesia
Kata lanjut, Ada 5 pilar pengembangan KOPEK antara lain, pertama, perlu adanya kekuatan besar mendorong gerakan mengembalikan kejayaan kelapa Indonesia. Kedua, koalisi pemerintah kabupaten penghasil kelapa merupakan kekuatan baru mitra kementerian terkait untuk mendorong hal tersebut.ketiga, terlibat aktif dalam pengembangan hulu dan hilir kelapa (peremajaan nasional, teknologi benih, pengembangan industri kelapa, pemasaran, kesejahteraan petani dst.)keempat, menjadi wadah pemersatu, jembatan atau penghubung kerjasama antara kementerian terkait dengan pihak lain seperti ICC (international coconut community), cogent, asosiasi atau organisasi kelapa yang ada serta kelima, membentuk gugus tugas untuk menjadi think thank pengembangan kelapa nasional dengan pendanaan mandiri melalui badan otoritas kelapa
“Peran KOPEK dalam konservasi genetik kelapa, Pembangunan Bank Genetik Kelapa Nusantara di Kawasan IKM (100 ha), Konservasi insitu (Pembangunan Kebun Pohon Induk Terpilih di masing-masing kabupaten (Kerjasama dengan Balitpalma), Pembangunan Bank Genetik Kelapa Dunia (Kerjasama dengan ICC dan Balitpalma). Lokasi Kabupaten Gorontalo (300-500 ha) serta Pembentukan Program Studi Kelapa di Politani Samarinda (Kerjasama dengan Politani Samarinda),”terang Nelson.
Karena itu, sejumlah solusi ditawarkan oleh Bupati Nelson,berharap, yang dilakukan oleh Indonesia-Japan Network (IJBNet) merupakan suatu alternatif kepada petani kelapa dalam meningkatkan nilai ekonomi kelapa
“Perlu dilakukan hal-hal strategis oleh semua stakeholder agar industri kelapa tidak mati dengan memperhatikan petani kelapa. Harga kelapa non standar nanti diharapkan berpihak kepada petani. Pemerintah daerah memdorong apa yang dilakukan oleh IJBNet terlaksana dengan baik,”harap Nelson.
Untuk diketahui, FGD menhasilkan Rencana tindak lanjut. Antara lain, IJBNet dan stakeholder terkait menyiapkan infrastruktur untuk membuat system agar penggunaan kelapa non-standar untuk SAF (Bioavtur) dapat tercapai. Pemerintah sangat mendukung pemanfaatan penggunaan kelapa non-standar untuk bioavtur dan masuk positif list ICAO (tidak mengganggu pasokan pangan). Untuk memastikan produksi kelapa non standar untk SAF (BIO AVTUR) perlu dibentuk Close loop system yang melibatkan petani, Penyedia saprodi, perbankan dan IJBNet dan terkahir, Akan dilakukan MoU terkait dengan pelaksanaan penyerapan kelapa non-standar melalaui close loop system
Kesimpulan dari FGD yang dipaparkan pihak Indonesia-Japan Network (IJBNet)
1. Kelapa nonstandar di tingkat pengumpul dan petani ditemukan berkisar 30%
2. Kelapa nonstandar di Indragiri Hilir dikenal dengan nama Tunas, Muda dan Kecil (TMK), dimana kelapa nonstandar memiliki berat <0,6 kg, diameter <15 cm, berumur kurang dari 3 bulan atau lebih dari 12 bulan, sudah bertunas dan pecah. .
3. Terjadi antrian kelapa yang cukup lama (karena keterbatasan kapasitas pabrik yang menyebabkan penurunan kualitas kelapa yang dikirim, sehingga membuat kelapa segar yang berkualitas baik berpotensi menjadi Kelapa Non Standar sebesar 30%
4. Untuk mempertahankan nilai ekonomis dan memperpanjang masa simpan, kelapa nonstandar diolah menjadi kopra dengan cara dikeringkan melalui penjemuran alami (sinar matahari) (kopra putih) atau pengasapan (kopra hitam).
5. Kopra diklasifikasikan menjadi kopra layak konsumsi (15-40%) dan kopra biasa (40-60%) yang sebagian besar diekspor dan kopra afkir (20-25%) untuk pasar lokal.
6. Belum ada standar resmi untuk kelapa non standar dan kopra non pangan untuk industri non pangan