Radikalisme Bahayakan Generasi?
Melansir dari Voi.id bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mendorong institusi kampus meningkatkan daya tahan mahasiswa dari pengaruh paham intoleransi dan radikalisme.
“Mahasiswa generasi yang akrab dengan dunia maya, mereka rentan terpengaruh paham intoleransi dan radikalisme yang disebarkan kelompok intoleran serta radikal di media sosial. Oleh karena itu, anak muda perlu diarahkan, diingatkan, dan dibimbing agar tidak mudah menjadi bagian dari penyebarluasan paham-paham tersebut.” tuturnya.
Perspektif seperti ini seolah-olah menggiring mahasiswa selaku Agent of Change, pun sebagai generasi masa kini yang tak luput dari dunia media sosial, mudah untuk terpengaruh bahkan menjadi bagian dari penyebar radikalisme dan terorisme.
Sementara berbicara soal intoleransi, radikalisme, dan terorisme sebagaimana didefinisikan oleh Kapolda Gorontalo dalam pemberian materi PKKMB UNG 2022, bahwa Intoleransi merupakan suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-agama) secara spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang tidak sama dengannya.
Kemudian Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan ideologi, sosial, politik dan budaya dengan cara kekerasan atau drastis, dengan peyebaran ujaran kebencian atau kabar bohong alias hoaks yang dapat memicu sikap radikalisme di masyarakat. Dan Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat.
Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tata cara peperangan, seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak, serta sering kali merupakan warga sipil.
Dari definisi-definisi yang dipaparkan tersebut, secara tidak langsung menggambarkan beberapa ciri orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau bagian yang mendukung intoleransi, radikalisme, ataupun terorisme.
Dan jika beberapa ciri itu dijumpai dalam diri atau kelompok mahasiswa maka ini akan sangat membahayakan generasi, bahkan memicu perpecahan atau perselisihan.
Dari definisi tersebut, banyak juga pihak yang beranggapan bahwa yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang paham akan agama, terlebih mereka yang memiliki kemampuan public speaking atau vocal. Dan seringnya agama yang disudutkan adalah Islam.
Jadi ketika ada mahasiswa yang menyuarakan pendapat dari perspektif Islam, atau bahkan menggencarkan opini melalui sosial media dan mengaitkannya dengan Islam, maka ia dicurigai atau ditandai sebagai kader radikalisme.
#kampus