Scroll keatas untuk lihat konten
OPINIEKONOMI BISNISHEADLINES

Deflasi: Harga Turun, Ekonomi Terpuruk

×

Deflasi: Harga Turun, Ekonomi Terpuruk

Sebarkan artikel ini

Penulis: Annisa Rahima Putri | Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi

Mungkin banyak yang menganggap inflasi dan deflasi adalah dua hal yang saling bertolak belakang, tetapi keduanya memiliki hubungan yang lebih erat dari yang kita kira. Bahkan, fenomena deflasi sering kali merupakan dampak dari inflasi itu sendiri.

Inflasi yang tinggi, terutama yang tidak terkendali, akan menyebabkan harga barang dan jasa melonjak. Ini menggerus daya beli masyarakat karena pendapatan mereka tak mampu mengejar harga yang terus naik. Pada titik ini, banyak orang akan mengurangi pembelian mereka, bahkan berhenti belanja sama sekali. Permintaan yang semakin menurun akhirnya memaksa produsen untuk menurunkan harga agar konsumen kembali tertarik membeli. Inilah titik balik yang memulai terjadinya deflasi, ketika harga barang dan jasa akhirnya turun drastis.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Namun, fenomena deflasi ini tidak selalu diawali oleh inflasi. Di Indonesia, selama lima bulan terakhir, deflasi lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Salah satunya adalah upah pekerja yang stagnan atau bahkan sangat kecil kenaikannya. Akibatnya, daya beli masyarakat tumbuh lambat atau bahkan menurun. Saat pendapatan tidak dapat mengejar kenaikan harga barang dan jasa, masyarakat cenderung menunda konsumsi, yang menyebabkan penurunan permintaan. Saat permintaan barang menurun, produsen akan menurunkan harga untuk menarik kembali konsumen. Namun, jika hal ini terjadi terus menerus, kondisi ini akan memperburuk perekonomian.

Selain itu, deflasi semakin diperburuk oleh kebijakan pemerintah yang berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025. Meskipun kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan pendapatan negara, dampaknya terhadap daya beli masyarakat harus diperhitungkan dengan hati-hati. Ketika PPN naik, harga barang dan jasa ikut naik. Masyarakat, terutama mereka yang berpendapatan rendah, akan semakin sulit membeli barang kebutuhan sehari-hari. Ini mengarah pada penurunan konsumsi yang semakin memperburuk penurunan aktivitas ekonomi.

Kekhawatiran terhadap kenaikan harga di masa depan dapat mempercepat penundaan konsumsi, di mana masyarakat memilih untuk menahan uangnya agar dapat membeli barang dengan harga lebih rendah nanti. Hal ini menyebabkan sirkulasi uang di pasar menjadi lambat, Ketika konsumsi menurun terus-menerus, produsen akan kesulitan untuk bertahan, bahkan kemungkinan besar mereka akan mengurangi produksi dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Ini akhirnya memperburuk masalah pengangguran dan memperlambat pemulihan ekonomi.

Pada akhirnya, meskipun deflasi memberikan keuntungan dalam jangka pendek dengan harga barang yang lebih murah, dampak jangka panjangnya bisa lebih merugikan. Keputusan masyarakat untuk menahan konsumsi dapat menyebabkan terhentinya perputaran uang di pasar dan merugikan perekonomian secara keseluruhan. Jadi, meskipun deflasi terlihat menguntungkan dalam kondisi tertentu, dampak jangka panjangnya bisa jauh lebih merugikan jika dibiarkan terus berlanjut tanpa penanganan yang tepat.

Salah satu penyebab lainnya dari deflasi yang sering diabaikan adalah terbatasnya lapangan pekerjaan. Dalam situasi ekonomi yang lesu, lapangan pekerjaan yang terbatas akan menyebabkan meningkatnya angka pengangguran.. Situasi ini membuat daya beli masyarakat menurun drastis karena banyak individu tidak memiliki penghasilan tetap. Penurunan daya beli ini menciptakan efek domino dimana permintaan terhadap barang dan jasa menurun, memaksa produsen menurunkan harga untuk menarik konsumen.

Kekurangan lapangan pekerjaan juga menghambat perputaran uang di pasar. Ketika masyarakat tidak memiliki cukup pendapatan, mereka akan cenderung menahan pengeluaran untuk kebutuhan yang bukan esensial, yang pada akhirnya memperlambat aktivitas ekonomi. Hal ini dapat mengarah pada stagnasi yang berkepanjangan, di mana produsen tidak memiliki insentif untuk meningkatkan produksi, sehingga menciptakan lingkungan yang semakin rentan terhadap deflasi.

Selain itu, kebijakan impor yang diterapkan pemerintah juga turut memperburuk deflasi, meskipun produsen lokal mampu memproduksi barang serupa. Kebijakan impor yang memberikan harga lebih murah menyebabkan konsumen beralih ke produk luar negeri, mengurangi permintaan untuk produk lokal. Produsen lokal terpaksa menurunkan harga untuk bersaing, namun hal ini justru membuat mereka kehilangan pendapatan dan pada akhirnya berisiko gulung tikar.

Contoh nyata dampak kebijakan impor ini dapat dilihat pada peternak susu di Boyolali. Sejumlah peternak melakukan protes dengan membuang susu mereka, bahkan pada 8 November 2024, mereka membagikan susu gratis kepada masyarakat. Kebijakan impor susu yang diterapkan pemerintah menyebabkan ribuan liter susu segar tidak terserap oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Padahal, produsen lokal mampu memproduksi susu dalam jumlah yang cukup. Kebijakan ini menunjukkan bahwa pemerintah belum serius mendukung produk lokal, padahal pemberdayaan produk lokal bisa meningkatkan perputaran uang di pasar. Fenomena ini semakin jelas menunjukkan bahwa kebijakan yang tidak mendukung sektor lokal dapat memperburuk ekonomi dan memperlambat pemulihan dari deflasi.

Selain faktor-faktor di atas, kebijakan kenaikan suku bunga bisa menjadi salah satu pemicu deflasi, terutama bila kenaikannya dilakukan secara signifikan atau terus-menerus. Suku bunga tinggi menyebabkan biaya pinjaman menjadi lebih mahal, yang membuat konsumen dan pelaku usaha menahan konsumsi dan investasi. Masyarakat lebih memilih menabung daripada berbelanja atau meminjam uang. Sementara itu, pelaku usaha yang menghadapi biaya modal lebih tinggi cenderung mengurangi produksi. Penurunan konsumsi dan produksi ini menyebabkan kelebihan pasokan barang di pasar, yang kemudian menekan harga dan memperburuk deflasi. Dalam konteks pelaku usaha, kenaikan suku bunga meningkatkan biaya modal, sehingga mereka cenderung mengurangi produksi. Dengan penurunan konsumsi dan produksi, terjadi kelebihan pasokan barang di pasar, yang akhirnya menekan harga barang dan jasa turun, memperburuk deflasi.

Maraknya judi online di Indonesia juga menjadi salah satu pemicu utama terjadinya fenomena deflasi apalagi judi online terjadi dalam skala besar. Kenapa hal ini terjadi? Ketika masyarakat mengalihkan pengeluarannya dari konsumsi barang dan jasa produktif ke aktivitas perjudian, aliran uang dalam perekonomian berubah menjadi tidak produktif. Dana yang dihabiskan untuk judi online tidak berkontribusi pada produksi barang atau jasa, sehingga konsumsi di pasar menurun.

Selain itu, uang yang digunakan dalam judi online sering kali tidak berputar di dalam negeri karena platform judi online biasanya berbasis di luar negeri. Uang yang dipertaruhkan oleh pemain di Indonesia akan mengalir ke operator judi internasional tanpa kembali ke ekonomi domestik. Akibatnya, terjadi “kebocoran” ekonomi, di mana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk konsumsi atau investasi di dalam negeri justru keluar dari sistem ekonomi lokal.

Ketika uang lebih banyak mengalir ke luar negeri, daya beli masyarakat dalam negeri berkurang, dan perputaran uang dalam negeri melambat. Hal ini dapat mengurangi permintaan barang dan jasa di pasar domestik.Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat memicu atau memperburuk deflasi, terutama jika skala aktivitas judi online yang merugikan ekonomi lokal cukup besar.

 Apa yang Terjadi Jika Deflasi Berlangsung Lama?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *