Nelson saat ini adalah Bupati satu-satunya di Indonesia yang memiliki predikat Guru Besar. Bahkan Kab. Gorontalo merupakan satu-satunya daerah di seluruh Indonesia yang dipimpin oleh “duo profesor’ yang sangat langka di negeri ini.
Apalagi performance pemerintahannya yang mempesona hanya dalam kurun waktu yang sangat singkat, menjadikan sosoknya menjadi “sasaran empuk” untuk diserang, bukan dari sudut kebijakan, tapi diserang dari sudut yang bersifat kehidupan pribadinya.
Jelas,mereka punya kalkulasi politik, bahwa Nelson tidak mungkin diserang dari sisi kinerja dan prestasi pemerintahannya, tapi harus diserang dari sisi kelemahan yang melekat dalam diri “kemanusiaannya” yang tidak luput dari khilaf dan salah.
Indikasinya adalah menjelang Pemilukada 2020, yakni tahun 2018, munculah sosok perempuan Ifana sebagai “tunggangan” yang isunya terus bergulir dan dimainkan dengan begitu massif.
Isu Ifana yang digulirkan kala itu ternyata “gagal”. Buktinya Nelson tetap melenggang ke kursi Bupati pada periode kedua.
Namun nampaknya skenario B kembali dimainkan dengan isu perempuan yang sama, namun judulnya yang berbeda menjadi “perempuan bercadar” atau Istri siri yang bergulir di tahun 2022.
Lagi-lagi, seiring berjalannya waktu, Nelson justru semakin kokoh. Upaya menggoyang kursi Bupati gagal, akhirnya masuk lagi ke dalam ranah kedudukannya di Partai Persatuan Pembangunan yang membuat Nelson memilih “non aktif”.
Namun seiring kedatangan Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono yang justru mengukuhkan Nelson sebagai Ketua DPW PPP Provinsi Gorontalo,akhir Juli 2023, kasus Ifana lagi-lagi muncul dengan skenario yang lebih masif lagi.Kali ini sudah dapat ditebak, bahwa yang tengah dimainkan saat ini adalah skenario C.