GORONTALO|mediasulutgo.com — Dalam upaya menekan angka pernikahan dini yang meresahkan di Provinsi Gorontalo, sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) turun langsung ke dua sekolah menengah atas di Gorontalo Utara untuk menggelar psikoedukasi yang membuka wawasan para siswa mengenai risiko besar yang mengintai di balik keputusan menikah di usia muda. Dengan fakta mengejutkan bahwa Gorontalo merupakan provinsi dengan angka pernikahan dini tertinggi ketiga di Indonesia, kegiatan ini menjadi langkah konkret yang sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan masa depan generasi muda setempat.
Kelompok 51 Gelombang 2 dari Program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) telah mengadakan psikoedukasi di dua sekolah menengah atas di Gorontalo Utara, yakni SMAN 9 Gorontalo Utara dan SMPN 2 Sumalata Timur. Kegiatan yang berlangsung dari 18 Juli hingga 16 Agustus 2024 ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam kepada para siswa tentang risiko pernikahan dini yang kerap kali diabaikan oleh masyarakat setempat
Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan Hilirisasi hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Program ini bertujuan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh mahasiswa dengan kondisi nyata di masyarakat, sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan masyarakat.
Dipimpin oleh Shalsha C Djafar sebagai koordinator, tim yang terdiri dari Virgynenza Ayuba, Irgiansyah Alamri, Sultan Aiman I. F Ladupu, dan Abdullah Suwele, menyadari bahwa tingginya angka pernikahan dini di Provinsi Gorontalo, yang tercatat sebagai yang terbesar ketiga di Indonesia, memerlukan intervensi segera. Berdasarkan data statistik terbaru, sekitar 700 penduduk berusia 15 hingga 19 tahun di wilayah tersebut sudah menikah. Kurangnya pemahaman tentang dampak jangka panjang dari pernikahan dini menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka tersebut.
Program psikoedukasi ini berfokus pada pengenalan risiko-risiko pernikahan dini, seperti depresi pada ibu muda, gangguan sistem reproduksi, serta risiko anak mengalami stunting. Dengan penjelasan yang rinci dan disertai bukti-bukti ilmiah, para mahasiswa berharap dapat membuka mata para siswa bahwa menunda pernikahan hingga siap secara mental, fisik, dan finansial adalah keputusan yang bijak.
Kepala SMAN 9 Gorontalo Utara, Hasna R. Tone, SE., M.Si, mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada mahasiswa UMM atas inisiatif mereka. “Sekolah kami sering dijuluki ‘sekolah 9 bulan’ karena tingginya angka pernikahan dini dan kehamilan muda di kalangan siswa. Psikoedukasi ini sangat penting untuk mengubah pola pikir siswa agar lebih fokus pada pendidikan terlebih dahulu,” ujarnya
Di SMPN 2 Sumalata Timur, kegiatan ini juga disambut dengan antusiasme tinggi. Banyak siswa yang sebelumnya tidak menyadari betapa seriusnya dampak pernikahan dini. “Kami sangat prihatin dengan keadaan lingkungan yang ada karena tidak melihat dalam jangka waktu ke depan. Kebanyakan para anak menuruti perintah orang tua dengan dalil berbakti, padahal untuk membantu menaikkan ekonomi keluarga,” jelas Shalsha, selaku koordinator kelompok.
Selama kegiatan, mahasiswa UMM tidak hanya memberikan ceramah, tetapi juga mengadakan sesi diskusi interaktif yang mengundang siswa untuk berbagi pandangan dan pengalaman terkait pernikahan dini. Mereka juga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam tentang topik tersebut. Metode ini diharapkan mampu mendorong siswa untuk lebih terbuka dalam mengungkapkan kekhawatiran mereka dan mencari solusi yang tepat
Antusiasme para siswa terlihat jelas sepanjang sesi psikoedukasi. Banyak dari mereka yang sebelumnya tidak menyadari betapa besarnya dampak negatif dari pernikahan dini. “Saya baru tahu kalau pernikahan dini bisa menyebabkan stunting pada anak. Ini membuat saya berpikir ulang untuk tidak terburu-buru menikah,” ujar salah satu siswa.
Selain berdampak positif pada siswa, kegiatan ini juga menjadi momentum bagi para guru untuk lebih aktif dalam memberikan edukasi terkait isu-isu krusial seperti pernikahan dini. Para guru di kedua sekolah sepakat bahwa edukasi mengenai risiko pernikahan dini harus terus disebarluaskan agar para siswa lebih siap menghadapi tantangan kehidupan.
Mahasiswa PMM UMM dari Kelompok 51 Gelombang 2 merasa bangga bisa berkontribusi dalam upaya meningkatkan kesadaran mengenai pernikahan dini di Gorontalo Utara. Mereka berharap program ini bisa menginspirasi siswa-siswa lainnya untuk lebih memprioritaskan pendidikan dan mempersiapkan diri dengan matang sebelum memutuskan untuk menikah.(**)