Scroll keatas untuk lihat konten
OPINIHEADLINESHUKRIMNASIONAL

Budaya Kekerasan Pada Generasi Cermin Bobroknya Sistem Kehidupan

×

Budaya Kekerasan Pada Generasi Cermin Bobroknya Sistem Kehidupan

Sebarkan artikel ini

Negara Abai Akibat Sekularisme

Negara merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang seharusnya memberikan regulasi untuk tercapainya lingkungan yang baik untuk pemuda  namun faktanya Negara berperan sentral sebagai benteng penjaga generasi muda juga ternyata mandul. Negara abai dalam memberikan pendidikan yang membentuk kepribadian pemuda yang kukuh. Slogan revolusi mental dan merdeka belajar nyatanya gagal membawa pemuda menemukan jati dirinya yang hakiki.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Negara justru menjauhkan agama dari kurikulum pendidikan. Sekularisasi pendidikan masif terjadi tidak hanya di sekolah, tetapi juga madrasah. Para muda yang ingin belajar Islam kaffah justru dilabeli radikal dan ekstrimis. Sebagaimana kita ketahui, kurikulum pendidikan di negeri ini setiap waktu terus berganti, tetapi SDM yang dihasilkan masih jauh dari harapan. Ini karena meski kurikulum terus berganti, landasan rujukan pembuatannya adalah sama, yakni sekularisme.

Sekularisme membuat pendidikan agama sebatas ibadah, juga membuat pendidikan agama terpisah dengan pendidikan umum. Akhirnya, siswa harus memilih, jika ingin memahami ilmu agama, bersekolah di madrasah. Akan tetapi, jika ingin memahami ilmu dunia, bersekolahnya di sekolah umum. Di sekolah umum memang ada pelajaran agama, tetapi waktu dan materi yang disediakan tidaklah banyak bahkan ada sebagian mata  pelajaran agama Islam yang dihapuskan dalam kurikulum pendidikan sehingganya pelajaran agamapun yang di ajarkan tidak mendalam. Dan sama halnya setelah di bangku kuliah pelajaran agama Islam diminimalkan bahkan hanya dua SKS selama delapan semester berjalan. Hasilnya, anak didik maupun mahasiswa tidak memiliki landasan akidah yang kuat dan mereka pun minim mengetahui terkait dengan agamanya sendiri. Sehingga jangan tanya kenapa perilaku pemuda sekarang mengalami kebobrokan karena dijauhkan dari peran agama.

Tujuan utama pendidikan dalam Kurikulum Merdeka, misalnya, adalah melahirkan lulusan siap kerja. Artinya, prioritas utama pendidikan adalah kebahagiaan dunia (materi). Tidak ada acuan halal-haram ataupun terpuji-tercela. Asalkan untuk meraih kesenangan duniawi, cara apa pun boleh dijalani tidak memandang baik atau buruk.

Jauhnya anak didik dari agama membuat mereka menjadi pribadi yang tidak mampu mengontrol diri. Mereka mudah emosi, mudah melakukan kekerasan bahkan tanpa pikir panjang cenderung reaktif pada hal yang remeh saja. Inilah yang menyebabkan mereka bertingkah seperti preman. Otak encer, berpendidikan tinggi dan bergengsi, tetapi kepribadian jauh dari sifat manusiawi.

Akibatnya, alih-alih menemukan jati dirinya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi, para muda justru makin dalam terjebak budaya kekerasan. Mereka keliling golek getih (mencari darah) sebagaimana semboyan klitih.

Ketika budaya kekerasan sudah memakan banyak korban, pemerintah pun kelimpungan mencari solusi. Mirisnya, upaya pemberian sanksi justru mentok pada batasan umur anak yang sampai 18 tahun. Akibatnya, remaja pelaku kekerasan tidak bisa diberi sanksi tegas, padahal mereka sudah balig.

Ini semua disebabkan asas sekularisme yang mendasari kehidupan kita. Mulai dari sikap keluarga, masyarakat hingga regulasi negara, semuanya sekuler. Walhasil, solusi Islam tidak dipakai dalam menyelesaikan masalah generasi muda, mereka bahkan justru dijauhkan dari Islam.

Akibatnya, potensi besar pemuda sebagai calon pemimpin masa depan dan pembawa perubahan justru terbajak untuk hal yang merugikan masyarakat. Pemuda tampil sebagai trouble maker, bukan problem solver. Padahal, mereka punya potensi yang luar biasa untuk menjadi harapan umat pada masa depan.

Islam Mewujudkan Pemuda Harapan dan Bertakwa

Akar masalah budaya kekerasan pada kalangan pemuda ini sudah semakin mejadi-jadi karena asas hidup sekularisme yang membelenggu umat Islam. Berdasarkan sekularisme, akal menjadi penentu benar dan salah, juga penentu membuat aturan. Padahal, akal manusia sangat terbatas, serba kurang tidak bisa mengetahui hakikat kebenaran.

Oleh karenanya, asas kehidupan berupa sekularisme ini harus dicabut dari pemikiran umat Islam. Selanjutnya diganti dengan asas yang sahih yaitu asas akidah Islam. Dengan demikian, seluruh pemikiran dan aturan yang terpancar di tengah masyarakat akan berdasar pada akidah Islam.

Menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan merupakan sebuah kewajiban bagi umat Islam, sekaligus merupakan solusi atas berbagai masalah yang mereka hadapi. Firman Allah Swt. dalam Al-Maidah: 48,

وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ

“Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.”

Satu-satunya negara yang bisa mengatasi permasalahan ini adalah Sistem Islam. Terhadap masalah budaya kekerasan pada pemuda, Islam memiliki solusi yang komprehensif. Tujuan utama sistem pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, terdiri dari pola pikir dan sikap Islam. Pola pikir Islam terbentuk dari akidah dan tsaqafah Islam. Akidah Islam menjadikan seorang muslim meyakini bahwa Allah Taala adalah Al-Khaliq (Sang Pencipta) sekaligus Al-Mudabbir (Sang Pengatur). Pemuda yang berakidah Islam akan berusaha taat secara total sebagai buah dari keimanannya dan jauh dari budaya kekerasan  karena takut akan mendapatkan dosa dari Allah Swt.

Sistem Islam juga merevitalisasi peran keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak, juga peran masyarakat sebagai pelaku amar makruf nahi mungkar. Dengan demikian, tiga benteng kokoh tegak untuk melindungi generasi muda dari berbuat kriminal. Jika masih ada pemuda yang berbuat kriminal, jika dia sudah balig akan diberi sanksi Islam secara tegas bukan malah dibiarkan.  Dan sebuah sanksi yang  dikenakan yaitu sifatnya sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Oleh sebab itu ketika ada suatu pelanggaran hukum syariat Islam, tidak akan merembet luas di tengah masyarakat.

Dengan solusi komprehensif yang ditegakkan Sistem Islam ini, budaya kekerasan akan hilang dan generasi muda Islam menjadi pemuda harapan umat, pembangun peradaban nan gemilang. Walhasil Konsep ini hanya dapat diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Jadi, jika kita ingin pemuda tidak lagi bersikap seperti preman dan kriminal kuncinya hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Wallahualam Bisawab.(**)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *