Scroll keatas untuk lihat konten
OPINIEKONOMI BISNISHEADLINES

Bloody Nickel: Habis Ditambang, Rakyat Dibuang

×

Bloody Nickel: Habis Ditambang, Rakyat Dibuang

Sebarkan artikel ini

Oleh: Rayyan Kinasih

Ditambang
Lokasi Tambang Raja Ampat (Foto: Istimewah)

Tak tinggal diam, pendapat ini di serang balik oleh pihak pro-nya. Iqbal Damanik mempertanyakan kembali kata bad mining yang disampaikan Ulil. Jika yang dilarang selama ini adalah bad mining, lantas adakah perusahaan di Indonesia yang berhasil mereboisasi dan mereklamasi alam yang telah mereka tambang? Jawabannya tidak ada. Berapa banyak alam yang dibiarkan bahkan ditinggalkan begitu saja setelah para korporasi tambang tersebut mengeruk harta karun yang ada didalamnya. Bukan hanya mitos belaka, kutukan nikel itu benar adanya dan telah terbukti melalui fakta yang amat menyayat hati dari tambang nikel yang sudah lebih dulu ada di daerah lain. Berdasarkan data terbaru, ada sebanyak 300 Izin Usaha Tambang (IUP) serta 44 smelter nikel yang beroperasi di Indonesia, tepatnya terletak di pulau Sulawesi dan Papua. Dengan banyaknya tambang nikel maka semakin banyak pula dampak yang ditimbulkan, tidak terkecuali dampak yang langsung dirasakan masyarakat seperti masalah kesehatan. Misalnya tambang di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara, banyak warga yang hidup di sekitar perairan seperti sungai dan laut mengalami gatal-gatal hingga berbulan-bulan lamanya akibat air yang menjadi tempat mereka menggantungkan hidup telah menjelma menjadi warna kecoklatan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas tambang di atas bukit yang membuat resapan air menjadi menipis. Apabila hujan yang turun dengan instensitas tinggi maka air akan turun ke bawah dengan membawa lumpur lalu mengendap didasar perairan. Namun tidak hanya itu, di tambang yang ada di Teluk Weda, Halmahera Tengah, Maluku Utara, lumpur yang turun bersama air hujan juga mengandung logam berat yang berasal dari limbah hasil pengolahan tambang (tailling) yang dibuang sembarangan ke ke tanah, karena pada dasarnya logam berat seperti merkuri memang dapat mencari tanah dan dapat mengendap didalamnya. Hal ini diperkuat oleh penelitian bulan Mei 2025 yang menemukan adanya kandungan merkuri dan arsenik di dalam darah warga Teluk Weda yang melebihi batas aman. Dugaan kuat masuknya berbagai logam berat ini ke dalam tubuh manusia karena pengonsumsian air keruh dan biota laut yang telah terkontaminasi logam berat oleh masyarakat, sehingga tidak mengagetkan jika mereka mengalami berbagai masalah kesehatan serius bahkan kematian.

Selain itu, terdapat dampak lingkungan dan sosial yang tidak dapat dihindari ketika membicarakan tambang. Misalnya tambang di PT. IMIP, Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah, warga lokal maupun pekerja tambang di sana mengalami berbagai masalah lingkungan dan sosial, seperti banyaknya tumpukan sampah yang berserakan di jalanan, serta kualitas udara yang memburuk akibat asap dan abu terbang yang ditimbulkan dari hasil sisa pembakaran biji nikel di smelter. Bukan hanya manusia, namun satwa yang dilindungi juga merasakan masalah lingkungan ini. Macaca Tonkeana atau monyet tonkean yang hidup di hutan Morowali harus mengalami ancaman deforetasi akibat hutan yang menjadi tempat berlindung mereka sebagian besarnya telah beralih menjadi industri tambang nikel. Pada akhirnya, ibarat habis manis sepat dibuang, yang mereka sisakan hanya lubang menganga bekas galian tambang, kerusakan alam dimana-mana, serta ksesengsaraan yang tidak berujung bagi penduduk asli dan satwa hewan yang ada di sana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *