Dalam aturan Islam, harta yang menjadi kepemilikan umum, telah dibagi menjadi tiga jenis yakni barang kebutuhan umum, barang tambang yang besar, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi dimiliki individu. Yang masuk dalam jenis ketiga disini adalah harta benda yang mencakup kemanfaatan umum, seperti sungai, laut, tanah-tanah umum, teluk, selat, gunung dsb. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah pulau.
Pengelolaan kepemilikan umum ini merujuk pada sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). Rasul saw juga bersabda, “Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).
Konsep pengelolaan harta sesuai syariat Islam pernah dibuktikan dalam sejarah Kekhilafahan Islam di abad pertengahan dan benar-benar mampu mewujudkan kesejahteraan. Puncaknya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Ketika Khalifah mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika. Namun kata Yahya ‘’Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun”.
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang mengandalkan pendapatan negara dari dua aspek saja, pajak dan hutang. Akhirnya rakyat sengsara dan negara terjerumus dalam kubangan hutang.
Pengelolaan pulau dan kepemilikan umum lainnya secara pas, logis, dan menyejahterakan hanya bisa dilakukan dengan syariat Islam. Sehingga, anugerah Allah Swt. yang sangat besar ini dapat menjadi berkah bagi alam, manusia, dan kehidupan. Bukan menjadi musibah bagi warga negaranya dengan meningkatnya kemiskinan yang merajalela.(**)