Scroll keatas untuk lihat konten
HEADLINESOPINI

Bagaikan bumi dan langit, jumlah pekerja dan lowongan pekerjaan

×

Bagaikan bumi dan langit, jumlah pekerja dan lowongan pekerjaan

Sebarkan artikel ini

Oleh : Anisa Ibrahim (Aktivis muslimah)

OPINI,Mediasulutgo.com, “info loker dong”. Kalimat ini selalu saja muncul di beranda sosial media. Atau dilontarkan ditongkrongan para pemuda. Nyatanya, yang paling banyak melontarkan kalimat tersebut adalah para wisudawan/orang yang memiliki pendidikan lebih.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Indonesia selalu meluluskan siswa/mahasiswa terbaik setiap tahunnya. Namun sayangnya lulusan terbaik tersebut belum tentu masa depannya akan seperti apa. karena pasti setelah mereka lulus akan berpikir setelah ini akan kerja dimana, dan kerja apa. Dan belum tentu diterima di tempat kerja itu. Maka, wajarlah tiap tahun pula indonesia menyumbang angka pengangguran.

Kalau bicara data, Jumlah penduduk usia kerja di Indonesia sebanyak 211,59 juta orang per Februari 2023, Dari jumlah tersebut, 146,62 juta orang masuk dalam angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2023, naik 2,61 juta orang dibanding Februari 2022.

“Sementara sisanya 64,97 juta orang bukan termasuk kategori angkatan kerja, yaitu mereka-mereka yang masih sekolah, mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya,” kata Edy, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS dalam konferensi pers, Jumat (5/5/2023).

Jadi dari 146,62 juta orang, sisanya 64,97 juta orang bukan angkatan kerja.

“Artinya penduduk yang bekerja pada posisi Februari 2023 sebesar 138,63 juta orang dan yang masih menganggur 7,99 juta orang,” kata Edy.

Untuk 138,63 juta orang bekerja terdiri dari 92,16 juta orang pekerja penuh, 36,88 juta orang pekerja paruh waktu, dan 9,59 juta orang setengah pengangguran.

Khusus untuk wilayah gorontalo, BPS Gorontalo merilis data pengangguran per februari 2023 sebanyak  19.742 orang. Jadi sebanyak itu orang yang tidak bekerja di gorontalo. Itu pun yang terdata, bagaimana jika ada orang yang tidak terdata?

Data pengangguran di indonesia cukup besar, namun sayangnya jumlah lapangan kerja yang ada di indonesia tidak mencapai setengah dari jumlah pengangguran. BPS mencatat pada 2022, jumlah pencari kerja sebanyak 937.176 orang, sedangkan lowongan kerja hanya berjumlah 59.276. Artinya 1 lowongan kerja diperebutkan oleh sekitar 16 warga. Jumlah tersebut belum ditambah pekerja asing yang keberadaannya makin didukung regulasi.

Tingginya angka pengangguran ini akan berdampak pula pada angka kemiskinan. Sedangkan kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, sekaligus menjadi indikator minimnya tingkat kesejahteraan.

Tidak bisa dipungkiri, Problem pengangguran memang masih menjadi PR besar bagi pemerintah di berbagai negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Padahal, pengangguran berkorelasi positif dengan kemiskinan. Sedangkan kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, sekaligus menjadi indikator minimnya tingkat kesejahteraan.

Berbagai jurus pun sudah dilakukan. Namun, tampaknya, dari rezim ke rezim pengangguran terus jadi problem warisan dan sulit dientaskan, bahkan hingga sekarang.

Pemerintah mengklaim penyebab makin berkurangnya lowongan kerja adalah karena perubahan teknologi informasi. Cepatnya perkembangan digitalisasi menjadi ancaman nyata bagi pasar tenaga kerja Indonesia.

Adapun solusi dari pemerintah adalah dengan terus mengadakan pelatihan-pelatihan untuk menekan pengangguran. Melihat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia yang didominasi oleh tingkat pendidikan SMK dan SMA, kini pemerintah tengah menggencarkan pelatihan vokasi (pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi atau keahlian). Ke depan, pelatihan dan pendidikan vokasi harus berjalan beriringan.

Namun demikian, solusi pemerintah menggencarkan pelatihan vokasi untuk menekan pengangguran tidak akan mampu menyelesaikan masalah pengangguran. Karena memang program pendidikan dan pelatihan vokasi yang sudah lama berjalan ini dianggap tidak menuai hasil, bahkan menjadikan lulusan SMK malah menjadi warga terbanyak menganggur.

Jadi, Masalahnya selama ini pemerintah hanya fokus pada aspek pasokan atau supply tenaga kerja, bukan pada demand, yakni menciptakan lapangan kerja.

Berbagai jurus yang dilakukan tidak pernah sampai pada akar permasalahan. Terkait pendidikan vokasional, narasi yang muncul hanya wacana reaktualisasi kurikulum pelajaran. Begitu pun dengan program Kartu Prakerja. Evaluasinya, hanya soal perbaikan teknis saja. Tidak menciptakan lapangan pekerjaan

Tidak bisa dipungkiri juga bahwa kemampuan atau kompetensi merupakan bagian penting dari kualitas dan daya saing sumber daya manusia atau tenaga kerja. Namun, yang jadi problem terbesar maraknya pengangguran yang berdampak pada minimnya kesejahteraan hari ini adalah sempitnya akses masyarakat terhadap lapangan kerja.

Inilah kehidupan kita hari ini, negara gagal dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup untuk rakyatnya.  Padahal seharusnya Menciptakan lapangan kerja harus menjadi prioritas kebijakan politik ekonomi negara sebesar Indonesia.

Kalau kita merujuk pada islam. Karena memang berhubung kita adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama islam. dalam Islam, pemimpin atau negara menempatkan diri sebagai pengurus dan penjaga. Adanya dimensi akhirat pada kepemimpinan Islam membuat seorang penguasa akan takut jika zalim dan tidak adil kepada rakyat. Mereka akan berusaha maksimal mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan jalan menerapkan syariat Islam sebagai tuntunan kehidupan.

Ajaran Islam menetapkan mekanisme jaminan kesejahteraan dimulai dari mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja. Namun, hal ini tentu butuh support sistem dari negara, berupa sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh rakyat khususnya laki-laki memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni.

Pada saat yang sama, negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya tidak lain dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing.

Sektor-sektor yang potensinya sangat besar, seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan, pertambangan, dan sejenisnya akan digarap secara serius dan sesuai dengan aturan Islam. Pembangunan dan pengembangan sektor-sektor tersebut dilakukan secara merata di seluruh wilayah negara sesuai dengan potensinya.

Negara akan menerapkan politik industri yang bertumpu pada pengembangan industri berat. Hal ini akan mendorong perkembangan industri-industri lainnya hingga mampu mencerap ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah ruah dengan kompetensi yang tidak diragukan sebagai output sistem pendidikan Islam.

Negara pun dimungkinkan untuk memberi bantuan modal dan memberi keahlian kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, mereka yang lemah atau tidak mampu bekerja akan diberi santunan oleh negara hingga mereka pun bisa tetap meraih kesejahteraan.

Layanan publik dipermudah, bahkan digratiskan sehingga apa pun pekerjaannya tidak menghalangi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar, bahkan hidup secara layak. Dengan begitu, kualitas SDM pun akan meningkat dan siap berkontribusi bagi kebaikan umat.

Semua ini kembali pada soal paradigma kepemimpinan Islam yang berperan sebagai pengurus dan penjaga. Seorang pemimpin negara akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap orang yang dipimpinnya. Jika ada satu saja rakyat yang menderita karena buruknya pengurusan mereka, pemimpin harus siap-siap menerima azab Allah Swt.

Wallahualam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *