GORONTALO, mediasulutgo.com — Keberadaan staf khusus Bupati Boalemo kembali menjadi sorotan tajam publik. Kritik datang dari Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (Wapres BEM UNG), Gufran Yajitala, yang menilai jabatan tersebut tidak memiliki urgensi dan kontribusi nyata terhadap kemajuan daerah.
Dalam pernyataannya kepada media, Gufran menyampaikan bahwa sejak diangkat pada 17 April 2025 atau sekitar 107 hari lalu, staf khusus Bupati Boalemo tidak menunjukkan kinerja maupun capaian yang bisa dibanggakan.
“Apa kabar staf khusus Bupati Boalemo? Apa saja yang sudah dikerjakan hingga hari ini? Nampaknya, mereka tidak punya kontribusi nyata bagi pembangunan dan kesejahteraan Boalemo,” kritik Gufran, Rabu (30/7/2025).
Menurut Gufran, staf khusus yang menerima honorarium sebesar Rp3.500.000 per bulan dinilai hanya menjadi beban bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ia menegaskan bahwa tidak ada laporan kegiatan publik, program strategis, atau output nyata dari keberadaan mereka.
“Gaji mereka Rp3,5 juta per bulan. Tapi kontribusinya? Nol besar. Hingga Juli 2025, tidak ada satu pun laporan atau bukti kerja yang dirasakan rakyat. Jabatan ini seperti sabuk kosong, hanya formalitas, tapi tanpa peran yang jelas,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut staf khusus hanya menjadi ‘penggembira’ di lingkar kekuasaan, yang dibentuk bukan karena kebutuhan birokrasi melainkan sebagai tempat “penitipan” loyalis politik.
“Tidak ada ide brilian, tidak ada inovasi, bahkan jejak digital mereka pun nyaris tidak ada. Tapi tiap bulan rutin menerima gaji. Kalau seperti ini, lalu apa manfaatnya bagi rakyat?” sambung Gufran.
Ia juga mempersoalkan pemborosan anggaran. Dengan jumlah staf khusus sebanyak 10 orang, APBD harus menanggung biaya hingga Rp35 juta per bulan, atau Rp420 juta per tahun.
“Uang sebesar itu lebih baik digunakan untuk perbaikan jalan rusak, fasilitas kesehatan, atau peningkatan pendidikan. Bukan dibakar sia-sia untuk posisi yang tidak memberikan manfaat apa pun,” ujarnya.
Lebih jauh, Gufran menyampaikan bahwa banyak tenaga guru dan kesehatan di Boalemo yang menerima gaji rendah, sementara staf khusus yang tidak berkontribusi justru mendapatkan hak secara penuh.
“Ini bukan pelayanan publik, tapi pelecehan terhadap akal sehat rakyat. Mereka adalah penumpang gelap anggaran. Ikut makan logistik tanpa mendayung. Padahal, banyak masalah yang harus diselesaikan di daerah ini,” tutur aktivis muda itu.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Gufran mengultimatum Bupati Boalemo untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap jabatan staf khusus.
“Saya mengultimatum Bupati Boalemo: evaluasi! Apakah para staf khusus ini dipilih berdasarkan prinsip meritokrasi, prestasi, dan kapasitas? Jika tidak, maka ini bukan reformasi birokrasi, tapi praktik nepotisme,”kata Gufran.
Menutup pernyataannya, Gufran menegaskan bahwa bila staf khusus tidak memiliki output nyata yang bisa dibuktikan ke publik, maka pembubaran adalah satu-satunya opsi yang logis.
“Kalau memang tidak ada hasil kerja, lebih baik bubarkan saja. Anggaran itu lebih baik dikembalikan untuk rakyat. Boalemo butuh hasil, bukan simbol loyalitas,” tutupnya. (*)