Scroll keatas untuk lihat konten
EKONOMI BISNISHEADLINESOPINI

Akankah Pembangunan Mensejahterakan atau Hanya Paradoks Semata?

×

Akankah Pembangunan Mensejahterakan atau Hanya Paradoks Semata?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Murtilah Rahman | Mahasiswa

OPINI,mediasulutgo.com — Lagi dan lagi Masyarakat Indonesia menyimpan luka yang mendalam akibat kasus konflik agrarian dengan dalih pembangunan. Kasus sengketa atau perebutan lahan ini sering terjadi di banyak daerah di Indonesia bahkan terdata sepanjang 2022 lalu, 212 letusan konflik agrarian terjadi di 33 provinsi tanah air, diantaranya jawa barat, Kalimantan, Sumatra dan lainnya. Bahkan pada 2023 lalu digemparkan dengan konflik agraria yang ada di Rempang kepulauan riau bahkan diGorontalo yang berakhir dengan keributan.

Konflik agrarian dipulau rempang bermula Ketika badan pengusaha (BP) batam berencana merelokasi seluruh pendudk rempang. Hal itu dilakukan untuk mendukung rencana pengembangan investasi di pulau rempang yang memperoleh investasi sebesar RP381 triliun bahkan lebih. Pulau rempang yang luasnya sekitasr 17.000 hektar itu akan dibangun menjadi Kawasan industry, perdaagangan dan wisata dengan tujuan untuk mendokrak pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Lalu konflik yang terjadi dipohuwato, Gorontalo. Buntut dari ketidakpuasan warga akan kinerja pemerintah dalam pembagian lahan dalam wilayah konsesi tambang emas pani. Rakyat mengunjuk rasa mengelar aksi di kantor bupati pohuwato Gorontalo, akibatnya kerusuhan itu mengakibatkan kebakaran di kantor bupati phuwato, gorontali (nu.or.id, 24 september 2023)

Inilah akibat konflik agrarian yang seharusnya mendapatkan solusi terbaik tapi berujung pada pertumpahan darah, ketidakadilan, dan dampak-dampak lainnya.

Pada 2023 lalu Presiden Joko Widodo kembali membagikan sertifikat tanah kepada masyarakat. Namun, sejumlah pihak menilai upaya pemerintah tersebut tidak akan menyelesaikan konflik agraria di tanah air.

KBR, Jakarta- Presiden Joko Widodo mengeklaim terus berupaya mempercepat penyelesaian urusan sertifikat tanah milik masyarakat. Presiden menginginkan agar urusan sertifikat tanah di seluruh Indonesia dapat selesai pada 2024.

“Ini kita ingin mati-matian agar tahun depan itu bisa diselesaikan, tapi kalau kepleset mungkin masih 6 juta (sertifikat). Artinya tahun depannya lagi sudah semua lahan tanah di Indonesia di negara kita sudah pegang sertifikat semuanya. Ini kerja keras mati-matian dari kantor BPN kabupaten, kantor BPN di provinsi, juga kantor BPN di pusat,” kata Presiden, Rabu, (27/12/23).

Jokowi menyebut sejumlah konflik dan sengketa tanah yang sering terjadi akibat tidak adanya sertifikat. Presiden mengeklaim pada 2015, hanya 46 juta lahan yang selesai dari total 126 juta lahan. Padahal, sertifikat tanah merupakan tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki.

Detik,Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto menyerahkan sekitar 5.000 sertifikat untuk masyarakat Jawa Timur hari ini, Rabu (27/12/2023). Aktivitas ini dilangsungkan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Sebagai tambahan informasi, progres pendaftaran tanah di Indonesia sendiri, dari total target 126 juta bidang tanah, sejauh ini telah terdaftar 110 juta bidang tanah, di mana sebanyak 90,1 juta bidang tanah di antaranya telah bersertifikat.

Sementara untuk Jawa Timur, dari estimasi jumlah seluruh bidang tanah 19,9 juta bidang, 16,5 juta di antaranya sudah terdaftar dan tersisa 3,4 juta bidang tanah yang belum terdaftar. Dari proses pendaftaran tanah tersebut, terdapat penambahan nilai ekonomi.

Sejak dilaksanakan pada tahun 2017, penambahan nilai ekonomi dari hasil penyertifikatan tanah mencapai Rp 6.066,7 triliun dan 96%-nya beredar di masyarakat melalui Hak Tanggungan. Khusus untuk penambahan nilai ekonomi di Jawa Timur tahun 2022 saja mencapai Rp 116,6 triliun dan 95%-nya beredar di masyarakat melalui Hak Tanggungan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi dan Jaringan Zainal Arifin mengatakan penerbitan sertifikat tanah masyarakat tidak dapat menyelesaikan konflik agraria yang sampai detik ini masih membelenggu Indonesia.

Menurutnya, pembagian sertifikat tanah kepada masyarakat memang menjadi kewajiban pemerintah untuk mengakui secara hukum hubungan antara masyarakat dengan tanah yang dimilikinya. Namun, ia menegaskan bahwa pembagian sertifikat tanah tidak akan menyelesaikan masalah atau konflik agrarian
Negara seharusnya hadir menyelesaikan konflik lahan, tetapi justru negaralah yang menjadi penyebab persoalan dengan memberikan izin konsesi secara ugal-ugalan. Upaya penyelesaian konflik agraria dengan menerbitkan sertifikat merupakan reforma agraria palsu. Justru ketika UU Cipta Kerja ini di sahkan, konflik agraria makin meningkat, Inilah bentuk dari paradoks pembangunan. Seharusnya pembangunan membawa kebaikan bagi rakyat, kenyataannya justru mengorbankan rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *