Driver OJOL, Makin Terpinggirkan
Oleh: Marlista S.Pd
Opini mediasulutgo.com Pekerjaan driver Ojol atau biasa kita sebut dengan Ojek Online merupakan salah satu pekerjaan yang paling diminati saat ini. Karena kemajuan teknologi aplikasi online yang sangat mendukung pekerjaan satu ini, juga karena penghasilan yang membantu dan mencukupi kebutuhan hidup. Namun beberapa tahun ini penghasilan driver ojek online (ojol) mengalami penurunan signifikan, sejak akibat potongan besar yang dilakukan oleh aplikator. Hal initerjadi karena hubungan kerja yang dilandaskan kepada sistem kapitalisme, sehingga Ojol menjadi sapi perah pengusaha kapitalis.
Nasib Krisis Driver Ojol Indonesia
Menteri Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengemudi ojek online atau Ojol tidak berhak mendapatkan THR. Status Ojol sebagai mitra perusahaan adalah salah satu akar persoalan. dalam perundangan atau legalitas. Kata Menteri Ketenagakerjaan, ojek online tidak memiliki status apapun. Dia menilai, sebagai mitra pun status pengemudi ojek online masih ilegal.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan THR keagamaan, di antaranya pekerja atau buruh berdasarkan PKWT (pekerja kontrak waktu tertentu) atau PKWTT (pekerja kontrak waktu tidak tertentu) yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.
Ojol ini dianggap merupakan golongan profesi yang tidak berhak menerima THR karena hubungan hukum antara pengemudi ojek online dan perusahaan penyedia aplikasinya adalah hubungan kemitraan yang berdasarkan perjanjian kemitraan.
Tak hanya berhenti di permasalahan tidak mendapatkan hak THR. Penghasilan driver ojek online (ojol) juga mengalami penurunan signifikan sejak beberapa tahun lalu. Dikabarkan, hal ini terjadi akibat potongan besar yang dilakukan oleh Gojek dan Grab.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono menjelaskan, saat tahun-tahun pertama kehadiran ojol, para pengemudi bisa mengantongi Rp5 juta hingga Rp10 juta.
Namun, kondisi tersebut kini berbanding balik sejak beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan, penurunan pendapatan driver ojol bisa mencapai 50 persen atau bahkan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).
Dari persoalan-persoalan di atas berdampak ”pekerjaan sebagai driver ojol tidak lagi dijadikan sebagai sumber pendapatan utama, melainkan sebagai profesi sampingan”. Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah driver ojek online (ojol) diprediksi akan menurun drastis. Ini menjadi bukti lepas tangannya negara atas kesejahteraan rakyatnya.
Diver Ojol Menjadi Sasaran Kapitalis
Kesenjangan-kesenjangan yang dialami driver ojol terjadi karena hubungan kerja yang dilandaskan kepada sistem kapitalisme, sehingga ojol menjadi sapi perah pengusaha kapitalis. Ini juga menjaadi bukti lepas tangannya negara atas kesejahteraan rakyatnya.
Banyak ketidakperikemanusiaan dalam dunia kerja di mana kaum buruh termasuk driver ojol dieksploitasi dan dimanipulasi untuk bekerja dengan upah sedikit oleh para pemilik modal yang hanya peduli dengan melipatgandakan modal. Dan mirisnya pada titik ini, pendapatan driver berkurang dan pendapatan perusahaan tetap bertambah.
Dalam area kapitalis yang menjadi tujuan bisnis adalah melipatgandakan modal, maka aspek kemanusiaan dinomorduakan dan uang dinomorsatukan. Akibatnya kaum miskin dipekerjakan secara kurang adil (dieksploitasi) dengan berbagai macam trik dan jargon yang menghalalkan penindasan tersebut.
Tindakan penindasan tersebut disamarkan dengan halus lewat teknologi dan berbagai ilusi baru, contohnya adalah Ekonomi Kemitraan ojol. Ketidakadilan terhadap drivers sudah didesiain di dalam sistem aplikasi yang mengurangi tarif terhadap driver secara sepihak.
Aplikasi juga didesain dengan sengaja agar tidak ada perincian yang jelas kepada driver tentang pendapatan dan potongan-potongan, juga terdapat kesan bahwa driver dipersulit untuk membela haknya melalui aplikasi. Di sini terlihat jelas peran teknologi dalam penindasan neo-liberalisme yang dialami para drivers.
Islam Menjamin Kesejahteraan Mata Pencaharian Masyarakat
Negara dalam Islam memiliki peran besar dalam menjaga keharmonisan antara pengusaha dan pekerja, juga menjamin kesejhateraan setiap individu rakyat. Islam memiliki aturan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerjanya dan melarang sikap saling menzalimi.
Islam membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang seirama dengan maqashid (tujuan atau sasaran), tanpa mengekang kebebasan individu, menciptakan ketidakseimbangan makro ekonomi dan ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan moral masyarakat.