BPJS KESEHATAN HAPUS KELAS, ALIBI MENAIKKAN IURAN?
Oleh : Deysi Safitri Mangkat
OPINI, mediasulutgo.com — Pemerintah berencana menghapus layanan kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan. Sebagai gantinya, pemerintah akan menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Artinya, semua kelas bakal sama dan iuran BPJS Kesehatan pun sama. (finance.detik,com)
Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN lene Muliati menjelaskan bahwa regulasinya masih disiapkan dan ditargetkan selesai akhir Juni ini. Mengenai perhitungan tarif untuk rumah sakit dan besaran iuran untuk masyarakat, juga masih dalam tahap pembahasan.
Adanya perubahan aturan palayanan menggunakan layanan BPJS ini masih menjadi pokok pembahasan yang ruwet, itu karena harus betul-betul dipertimbangkan penetapan jumlah iuran yang tepat bagi masyarakat. Jika sebelumnya ditetapkan jumlah iuran berbeda sesuai tingkatan kelas, maka jika harus ditetapkan sama juga tidak menjadikan sebab kerugian bagi Lembaga Kesehatan itu sendiri.
Namun, pertanyaannya apakah setelah ditetapkan jumlah iuran BPJS bagi masyarakat, akan betul-betul mampu menyediakan layanan Kesehatan secara merata? Apakah mampu menjamin memberikan pelayanan yang serius pada kondisi Kesehatan masyarakat? Dan mungkinkah masyarakat akan terbebas dari desakan biaya layanan Kesehatan?
Dengan upaya menyamaratakan kelas pelayanan Kesehatan menggunakan BPJS menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), pasien akan menempati ruang perawatan dengan standar yang sama. Tidak akan dibedakan berdasarkan kelas sebagaimana yang diberlakukan sekarang ini. Perbedaan pelayanan ini pula sebab beda jumlah iuran pengguna BPJS Kesehatan.
Jika dilihat kebijakan ini seperti angin segar bagi masyarakat, sebab berpandangan bahwa akan mendapatkan pelayanan yang sama dengan kalangan status ekonomi mumpuni. Yang dulunya tidak bisa dirasakan. Kecuali, harus merogoh kocek lebih lagi.
Namun, faktanya adalah skema pelayanan Kesehatan tetap saja masih berkelas, ini karena masih adanya skema Coordination of Benefits (CoB) dengan sejumlah perusahaan asuransi Kesehatan Swasta. Ini artinya, dengan dileburkannya kelas rawat inap BPJS menjadi sama rata tanpa perbedaan kelas, masih akan ada perbedaan pada proses pelayanan pasien CoB dengan pasien BPJS. Tentu pasien CoB akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
Dari sini bisa dilihat bahwa kebijakan penghapusan kelas BPJS Kesehatan sebenarnya belum cukup untuk mengatasi permasalahan pokok Kesehatan masyarakat. Apalagi masyarakat yang banyak mengeluhkan beban iuran BPJS itu menjadi problem penting.
Sudahlah pusing dengan beban iuran juga belum semuanya mendapatkan layanan Kesehatan yang maksimal. Buktinya ada saja masyarakat yang ditemui sakit tak berobat karena tidak cukup uang untuk membiayayi pengobatan. Punya kartu layanan Kesehatan seperti BPJS, tetapi terbebani juga dengan pembayaran setiap bulannya.
Skema pembiayaan Kesehatan yang masih terus bertumpu pada iuran dari masyarakat hanya akan terus menjadi beban tersendiri. Hal ini karena melihat kondisi perekonomian masyarakat yang juga kian buruk. Untuk biaya hidup sehari-hari saja masih susah, ditambah lagi dengan beban biaya iuran BPJS. Sekalipun akan disamaratakan semuanya. Masyarakat dengan status ekonomi menengah dan bawah tetap akan terbebani. Dan juga terdengar mustahil jika penyamarataan iuran BPJS akan disamakan dengan jumlah kelas bawah (Kelas I) seperti sebelunya bukan? Maka, penghapusan kelas BPJS ini hanya seperti alibi menaikkan iuran secara merata dengan dalih peningkatan pelayanan saja.
Lalu bagaimana dengan masyarakat yang bekerja dan membayar iuran BPJS sesuai gajinya? Ini juga tidak menyelesaikan permasalahan. Masyarakat yang memiliki pendapatan gaji lebih besar akan memilih beralih pada asuransi non-BPJS untuk bisa mendapatkan pelayanan Kesehatan lebih baik dan tentu lebih mahal. Dan bagi karyawan dengan gaji yang pas-pasan bukan tidak mungkin akan menunggak iuran BPJS, imbasnya juga akan terkena denda.
Disisi lain masyarakat juga seperti tidak ada pilihan lain selain mengikuti alurnya. Walau tidak mau, masyarakat terpaksa harus memiliki kartu BPJS karena ini menjadi syarat pengurusan sejumlah layanan publik, seperti pembuatan SIM; alih-alih menghimpun dana, yang terjadi mala penunggakkan makin besar. Masyarakat diharuskan mendaftar sebagai peserta BPJS walaupun terbebani dengan biaya iuran.
Pada dasarnya solusi bagaimana pun yang coba ditawarkan jika kemudian tidak di dukung dengan sistem pengaturan layanan Kesehatan yang tepat, tetap akan menimbulkan masalah baru. Jika masih mengarah pada keuntungan pihak tertentu dan menjadikan masyarakat sebagai pemasok dana pelayanan, maka tentu akan terus menyusahkan masyarakat.
Pelayanan Kesehatan yang baik akan tetap mahal, sebab bukan diprioritaskan untuk pelayanan bagi masyarakat. Jadinya, mereka yang punya uang banyak akan menggunakan layanan Kesehatan tersebut dan menguntungkan pihak Rumah Sakit Swasta. Sedangkan yang tidak punya uang akan terus menderita dengan mahalnya biaya Kesehatan. Dan harus menerima layanan Kesehatan sesuai dengan kemampuan yang dibayarkan. Jadi, penyamarataan status peserta BPJS tidak menjadi sebab meratanya layanan Kesehatan.
Sejak awal adanya BPJS beum bisa dikatakan sebagai solusi layanan Kesehatan bagi masyarakat. Memang betul biaya berobat pasien peserta BPJS dikurangi, tetapi bukankah itu seperti dibayar dangan tabungan pada iuran BPJS? Dengan membayar setiap bulannya sama saja menyimpan uang untuk biaya pengobatan. Sakit atau tidak masyarakat harus tetap membayarnya. BPJS bukan program yang “mengratiskan” layanan Kesehatan.
Lantas adakah sistem yang mengatur layanan Kesehatan tanpa memberatkan masyarakat dan dengan pelayanan terbaik? Iya. Hal itu ada dalam pengaturan sistem layanan Kesehatan dalam Islam. Dalam Islam semua pengaturan pengurusan layanan bagi masyarakat dibawah tanggungjawab penguasa. Pemberian layanan Kesehatan yang merata kepada semua masyarakat menjadi prioritas utama penguasa tanpa mempertimbangkan keuntungan Lembaga Swasta. Tidak membebani masyarakat dengan iuran setiap bulannya.
Dalam Islam Kesehatan dipandang sebagai kebutuhan pokok publik. Di Islam akan memisahkan antara Kesehatan dengan aspek “Bisnis”. Negara akan menyediakan kebutuhan rakyat dengan visi melayani masyarakat secara menyeluruh. Penguasa-rakyat, kaya-miskin, laki-laki atau perempuan, muslim-non muslim akan mendapatkan layanan yang sama.
Layanan Kesehatan dalam Islam akan diurusi maksimal mulai dari mendirikan instansi layanan Kesehatan yang banyak sehingga bisa dijangkau banyak masyarakat. Pasien akan dilayani tanpa memandang suku, ras agama dan status ekonomi.
Dalam Islam biaya pelayanan Kesehatan ditanggung negara dari kekuatan Baitulmal yang bersumber dari pengelolaan SDA oleh negara seperti, barang tambang yang berlimpah (batu bara, gas bumi, minyak bumi, hingga tambang emas). Hal ini meniscayakan kemampuan finansial yang memadai untuk pelayanan Kesehatan gratis dan berkualitas.
Wallahu’alam… (**)