Scroll keatas untuk lihat konten
EKONOMI BISNISHEADLINESOPINI

Pusat Krisis dan Satgas, Normalkan Harga Minyak Goreng?

×

Pusat Krisis dan Satgas, Normalkan Harga Minyak Goreng?

Sebarkan artikel ini

Pusat Krisis dan Satgas, Normalkan Harga Minyak Goreng?

Oleh: Sri Sundari Patilima

OPINI, mediasulutgo.com — Mendag Zulkifli Hasan (Zulhas) setelah dua hari menjadi Menteri Perdagangan, melakukan sidak -inspeksi mendadak-. Usai sidak ke pasar Kota Baru di Jakarta Utara ia menyatakan komitmennya untuk segera mengeksekusi perintah Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan harga-harga barang kebutuhan pokok terutama minyak goreng (migor). Zulhas menanganinya dengan cara membuat crisis center (pusat krisis) dan membuat task force (satgas -satuan tugas-). bisnis.com 24/06/2022

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Dalam pelaksanaannya, Zulhas sudah bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sebagai Kepala Satgas Migor. Juga akan bekerja sama dengan menteri pertanian untuk memastikan kondisi pasokan bapok (bahan pokok) sehingga dapat menjamin keterjangkauan harga bapok.
Untuk memastikan harga migor terjangkau, Zulhas berharap ada kerja sama antara masyarakat dan pelaku usaha untuk melaporkan ke satgas pangan atau lembaga-lembaga terkait jika mendapati pelanggaran di lapangan.
Kenaikan harga migor sebenarnya terjadi bukan tanpa alasan. Bukan pula semata karena keinginan pelaku usaha kecil-kecilan untuk menaikan harga. Namun terjadi karena kurangnya pasokan migor yang beredar di masyarakat.

Minyak
Sri Sundari Patilima, Penulis

Maka patut ditanyakan apakah benar Indonesia kekurangan minyak goreng? Tentu tidak. Karena Indonesia menduduki peringkat pertama dan menjadi raja produsen sawit terbesar dunia sejak tahun 2006. Hal ini dikarenakan lahan perkebunan sawit milik Indonesia sangat luas dan mencapai 16,38 juta hektar. perkebunan. sariagri,co.id 24/06/2022

Lalu apa penyebab terjadinya kenaikan harga migor yang sampai sekarang belum ada titik terangnya?

Sebelumnya mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi pernah menyampaikan 2 kemungkinan penyebab kurangnya pasokan migor di Indonesia. Yaitu pertama, karena ada kebocoran untuk Industri yang kemudian dijual dengan harga yang tidak sesuai patokan pemerintah. Kedua, ada penyelundupan dan penimbunan dari sejumlah oknum. m.tribunnews,com 24/06/2022. Juga ada yang mengatakan bahwa kenaikan harga migor ini terjadi karena adanya kenaikan harga internasional.

Menjadi pertanyaan selanjutnya, mengapa bisa terjadi kebocoran dari industri yang menetapkan harga tidak sesuai patokan pemerintah? dan mengapa bisa terjadi penimbunan migor? Apakah tidak ada pencegahan dari pemerintah atau bahkan tidak bisa menghukumi pelaku? Jika hal ini tidak tertangani, lalu kepada siapa masyarakat akan berharap?

Beginilah jalan ekonomi liberal dalam sistem kapitalisme. Memberikan hak kepemilikan secara bebas kepada setiap individu dianggap sebagai cara untuk mensejahterakan rakyat. Walhasil para kapitalislah yang lebih berhak untuk memiliki apapun sesuai dengan seberapa besar modal (uang) yang dimilikinya dan menggunakan cara apapun sesuai dengan keinginannya. Yang menjadi dasar pertimbangannya tentu bukan kemaslahatan masyarakat, namun tergantung profit (keuntungan) yang akan didapatkan. Para kapitalis ini bisa berupa individu maupun kelompok seperti perusahaan produsen migor.

Wajar jika pihak perusahaan lebih memilih untuk menjual migor kepada asing dengan harga tinggi daripada pribumi dengan harga rendah.
Sistem ekonomi kapitalisme menyerahkan keputusan harga pada mekanisme pasar (pasar bebas) sehingga peran negara menjadi terbatas. Intervensi pemerintah dianggap sebagai ancaman. Wajar jika solusi yang diambil pemerintah adalah membuat pusat krisis dan satgas.

Seakan menyerahkan masalah kepada masyarakat untuk diselesaikan sendiri dengan melaporkan mafia migor melalui satgas atau layanan telvon. Yang berarti jika tidak dilaporkan menjadi kesalahan masyarakat sendiri karena tidak memanfaatkan wadah yang disediakan pemerintah. Seandainya dilaporkan namun kurang bukti secara hukum atau karena mafia migor mampu membeli hukum, maka mereka bisa lolos dengan mudah. Akhirnya normalisasi harga migor tetap menjadi pertanyaan yang tak kunjung mendapati jawaban. Beginilah peran negara dalam sistem demokrasi, hanya menjadi regulator saja.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang memiliki tugas utama yaitu ri’ayah su’unil ummah (mengurus urusan umat) dengan syariat islam agar masyarakatnya menjalankan syariat islam dalam setiap aspek kehidupan termasuk dalam berekonomi. Pertimbangannya bukan untung rugi namun syariat dan mengadopsi kemaslahatan masyarakat.

Sistem ekonomi islam mengatur 3 macam kepemilikan yang diijinkan Allah swt untuk memilikinya karena pada dasarnya semua yang ada dilangit dan dibumi adalah milik Allah swt (Qs. Ali-‘Imran: 109).

Pertama, kepemilikan individu adalah hukum syari’ah yang berlaku pada benda maupun manfaat yang memungkinkan seseorang menggunakan manfaat tersebut atau mendapat kompensasi karena manfaatnya diambil orang lain.

Kedua, kepemilikan umum adalah hukum syari’ah yang berlaku pada benda (yang diijinkan Allah) yang diperuntukkan masyarakat berupa air, padang rumput, tambang, minyak bumi, jalan umum, pulau, danau ddl. Kepemilikan umum ini dikelola oleh negara dan hasilnya murni untuk pengurusan masyarakat.

Ketiga, kepemilikan negara berupa kharaj, fai, jizyah, gonimah, dll yang peruntukkannya pada administrasi negara.
Konsep hebat ini mampu mencegah seseorang atau kelompok untuk memiliki apa yang bukan hak miliknya. Adapun untuk ketetapan harga disesuaikan dengan aqad (persetujuan sama-sama ridho) antara penjual dan pembeli. Disamping itu negara memiliki pengawas (qodhi hisbah) disetiap tempat perdagangan untuk mengawasi keadilan timbangan barang dan harga yang sudah sangat melebihi harga pasar. Dan ini terjadi hanya jika diterapkan sistem ekonomi islam dalam sistem islam pula.
Allahu a’lam.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *